Riset Hakuhodo: Keluarga Indonesia Yakin Agama Adalah Kunci Pendidikan
Hakuhodo melibatkan 6 negara Asean dalam riset ini.
Fortune Recap
- Indonesia memiliki persentase tertinggi di Asean, yakni 84%, dalam hal kepercayaan bahwa pendidikan agama merupakan kunci untuk menjadi orang baik.
- Keluarga Indonesia dikenal sebagai 'The Devoted Weaver', menekankan keseimbangan antara aspek modern dan keyakinan tradisional.
Jakarta, FORTUNE - Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) merilis riset bertajuk A Decade of Shift in Asean Families, Rabu (26/6).
Dalam riset tersebut ditemukan beberapa hal unik dan mencolok terutama untuk Keluarga Indonesia jika dibandingkan dengan negara Asean lainnya.
Indonesia menjadi negara dengan persentase tertinggi di Asean dengan 84 persen yang mempercayai bahwa pendidikan agama atau kepercayaan religius merupakan kunci untuk menjadi orang yang baik dan berbudi luhur.
“Penelitian ini menemukan bahwa keluarga Indonesia dikenal sebagai ‘The Devoted Weaver’. Mereka menekankan keseimbangan antara aspek modern dan keyakinan tradisional. Berdedikasi kepada agama atau keyakinan dan kepada generasi serta keluarga,” kata Chairman Hakuhodo International Indonesia, Irfan Ramli, di hadapan wartawan, Rabu (27/6).
Riset ini juga mengungkap bahwa kebanyakan orang tua di Indonesia menerapkan experimental syncretic parenting atau gaya pengasuhan progresif, yang memungkinkan mereka menciptakan gaya pengasuhan anak sendiri, tapi tetap menjunjung tinggi tradisi serta kepercayaan religius.
Penelitian ini dilakukan lewat survei langsung dan daring di 6 negara Asean, yaitu Thailand, Indonesia, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Setidaknya ada 4.300 responden dengan rentang 20-49 tahun yang terbagi dalam tiga jenis sampel; keluarga konvensional, tinggal sendiri, dan keluarga dengan dua sumber penghasilan.
Pandangan keluarga Malaysia
Di Malaysia memiliki pandangan berbeda tentang keluarga dibandingkan dengan Indonesia. Mereka berpandangan bahwa keluarga yang baik akan selaras dengan kepribadian dengan anggotanya. Selain itu, mereka berkeyakinan bahwa agama dapat memberikan tuntunan kepada jalan yang benar. Setidaknya ada 34,9 persen yang percaya bahwa keluarga yang religius menjadi patokan keluarga ideal.
Keluarga di Malaysia ingin memastikan apa yang membedakan mereka—sebagai sebuah keluarga dan sebagai agama—akan terus hidup agar generasi berikutnya tumbuh hingga menjadi orang baik.
Keluarga di Thailand
Sedangkan di Thailand, keluarga di sana memiliki pandangan lain pula. Dalam riset tersebut diungkapkan bahwa mereka masih memegang teguh tradisi budaya, yang memberi penekanan pada saling kebergantungan di antara keluarga, serta prioritas pada keluarga.
Riset menunjukkan 69 persen respondennya akan tetap bersama keluarganya walau memiliki keinginan lain. Sebab di negeri tersebut, anggota keluarga yang baik adalah ia yang tetap menghormati anggota senior, dan tetap merawat keluarga hingga tua.
Dari hasil riset ini, Irfan menyimpulkan bahwa orang tua saat ini masih memegang peran kunci dalam kehidupan keluarga, terutama dalam memberikan kebebasan bagi anggotanya untuk membentuk gaya hidup, dan pandangan mereka.
Penelitian HILL ASEAN mengindikasikan bahwa keluarga-keluarga di Asean terus berpegang pada nilai-nilai tradisional sambil mengadopsi nilai-nilai baru, menciptakan struktur keluarga yang tangguh dan adaptif yang mampu menghadapi kompleksitas kehidupan modern sambil tetap setia pada akar budayanya.
Selain itu, kehidupan setiap keluarga punya cara yang berbeda dari segala macam aspek, mulai dari ekonomi, cara bersosialisasi, hingga pemahaman tentang tradisi dan agama.
“Masing-masing orang tua juga punya caranya tersendiri untuk mendidik anak-anak mereka atau membagi peran serta aturan di dalam rumah. Namun, di balik semua itu ada benang merah yang mempertemukan bagaimana keluarga di satu negara berbeda dengan yang ada di negara lainnya,” kata Irvan.