Cukai Minuman Berpemanis 2025, Analis: Bukan Waktu Tepat
Menurut Panin Sekuritas, saat ini bukan waktu yang tepat.
Fortune Recap
- Rencana penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan pada 2025 dianggap belum tepat oleh analis Panin Sekuritas Andhika Audrey.
- Indonesia masih mengalami penurunan daya beli sehingga rencana tersebut dinilai tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
- Pendapatan dari penerapan pungutan cukai MBDK ditargetkan sebesar Rp3,8 triliun, tapi pengenaan cukai tersebut dianggap akan melemahkan sales volume produk minuman berpemanis.
Jakarta, FORTUNE – Analis Panin Sekuritas, Andhika Audrey menilai rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) yang akan memungut cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada semester kedua 2025 itu belum tepat waktu. Sebab, menurutnya, Indonesia masih mengalami penurunan daya beli atau konsumsi.
“Menurut kami, saat ini belum waktu yang tepat dikarenakan masyarakat Indonesia juga masih mengalami penurunan daya beli, yang berakibat pada memilah barang barang yang mereka konsumsi secara cermat,” tutur Andhika kepada Fortune Indonesia, Selasa (14/1).
Ia mengatakan bahwa Panin Sekuritas melihat sebenarnya rencana penerapan Cukai MBDK ini baik untuk mencegah prevalensi penyakit tidak menular (PTM), khususnya diabetes di Tanah Air. Namun, pengenaan cukai tersebut harus diimbangi dengan baiknya eksekusi di lapangan hingga waktu yang tepat.
“Minuman berpemanis ini juga bukan suatu barang primer, sehingga akan terdampak pada pelemahan sales volume produk tersebut,” ujar Andhika.
Ia menjelaskan, negara ditargetkan akan menyerap pendapatan dari cukai MBDK sebesar Rp3,8 triliun. Pada 10 September 2024 lalu, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI telah merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan tarif cukai MBDK minimal 2,5 persen pada 2025 dan secara bertahap hingga sebesar 20 persen.
“Hal ini berbeda dengan usulan tarif sebesar Rp1.771 per liter,” tutur Andhika.
Beberapa saham sektor konsumer bisa terdampak
Lanjut dia, beberapa saham di sektor konsumer akan terdampak dengan adanya pemungutan cukai MBDK. Misalnya, emiten PT Mayora Indah Tbk (MYOR) yang sebanyak 25–30 persen pendapatannyaberasal dari produk yang terkena cukai MBDK.
Selain MYOR, saham konsumer lainnya seperti PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) juga bakal terdampak akibat penerapan cukai itu. Bahkan, emiten dairy PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) dan PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY) tak luput dari dampak pengenaan cukai MBDK.
Sementara itu, kata Andhika, Panin Sekuritas memproyeksikan emiten PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) akan minim terkena dampak dari pemungutan cukai MBDK. Sebab porsi produk BKC (barang kena cukai) mereka hanya berkisar 2–3 persen dari total penjualan.
Menurut Andhika, lain halnya jika kategori BKC tersebut menambahkan es krim, mungkin bisa berdampak sekitar 9,5 persen dari total pendapatan UNVR.
“Perusahaan bisa saja mengurangi exposure dalam MBDK dengan reformulasi baru serta pass on cukai tersebut ke end user, tapi risikonya adalah tergerusnya sales volume produk tersebut hingga nantinya bertaruh pada profitabilitas perseroan,” pungkas dia.