Cisco: Hanya 19% Perusahaan di Indonesia yang Siap Terapkan AI
52% perusahaan meningkatkan anggaran IT untuk penerapan AI.
Jakarta, FORTUNE - Perusahaan IT Cisco, dalam laporan bertajuk Cisco 2024 AI Readiness Index, menemukan bahwa hanya 19 persen perusahaan di Indonesia yang siap secara penuh menerapkan dan memanfaatkan Teknologi berbasis AI pada tahun lalu. Angka ini menurun dari 20 persen di 2023.
Penurunan angka tersebut mengindikasikan adanya sejumlah tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mengadopsi, menerapkan dan sepenuhnya memanfaatkan AI. Seiring dengan perkembangan pasar dan potensi dampak AI yang signifikan terhadap operasional bisnis, kesenjangan dalam kesiapan AI menjadi faktor penting.
Laporan Cisco ini disusun berdasarkan survei obyektif (double-blind) yang dilakukan terhadap 3.660 pemimpin senior bisnis dari perusahaan dengan 500 atau lebih karyawan di 14 pasar di APJC (Asia Pasifik, Jepang dan China). Indeks kesiapan AI ini diukur berdasarkan enam pilar: strategi, infrastruktur, data, tata kelola, talenta dan budaya.
AI telah menjadi pondasi bagi strategi bisnis, dan urgensi untuk mengadopsi dan menerapkan teknologi AI di kalangan perusahaan pun terus meningkat. Di Indonesia, hampir semua perusahaan (99 persen) melaporkan peningkatan urgensi untuk menerapkan AI pada tahun depan, yang sebagian besar didorong oleh CEO dan tim pemimpin.
Selain itu, banyak perusahaan mengalokasikan sumber daya dalam jumlah yang signifikan untuk AI, dengan 52 persen melaporkan bahwa 10 hingga 30 persen dari anggaran IT mereka dialokasikan untuk penerapan AI.
Meskipun ada investasi AI yang signifikan dilakukan di area-area strategis seperti Keamanan Siber, infrastruktur IT dan analitik dan manajemen data, banyak perusahaan melaporkan bahwa hasil dari investasi tersebut tidak memenuhi harapan mereka.
Marina Kacaribu, Managing Director, Cisco Indonesia mengatakan tahun ini dan tahun depan, kemampuan AI semakin meningkat. Jika perusahaan tidak memiliki pendekatan yang terstruktur, mereka merasa hanya memiliki waktu maksimal satu tahun untuk mengimplementasikan strategi AI.
“Ketika perusahaan-perusahaan mempercepat inisiatif AI mereka, mengadopsi pendekatan yang komprehensif terhadap implementasi dan memahami semua untuk menghubungkan ambisi AI dengan kesiapan menjadi sangat penting,” katanya di Jakarta, Rabu (15/1).
Untuk bisa sepenuhnya memanfaatkan potensi AI, perusahaan-perusahaan membutuhkan infrastruktur digital modern yang mampu menjawab perubahan dalam kebutuhan listrik dan persyaratan latensi jaringan akibat beban kerja AI yang semakin meningkat. Hal ini harus didukung oleh visibilitas yang tepat untuk mencapai tujuan bisnis mereka.
Temuan Utama
Kesiapan AI menurun di beberapa pilar, dengan kesiapan infrastruktur yang diidentifikasi sebagai tantangan utama. Di samping itu, riset juga menangkap adanya kesenjangan di beberapa area lain yakni komputasi, performa jaringan pusat data, dan keamanan siber.
Hanya 34 persen perusahaan memiliki GPU yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan AI saat ini dan di masa yang akan datang, dan 49 persen memiliki kemampuan untuk melindungi data dalam model AI dengan enkripsi yang menyeluruh, audit keamanan, pengawasan berkelanjutan, dan respon yang cepat terhadap ancaman.
Temuan menarik lain juga menunjukkan, banyak perusahaan berinvestasi, namun tidak mendapatkan hasil yang diharapkan.
Dalam satu tahun terakhir, AI telah menjadi prioritas dalam alokasi anggaran di banyak perusahaan di Indonesia, dengan 52 persen perusahaan mengalokasikan 10-30 persen dari anggaran IT mereka untuk proyek AI.
Investasi AI telah difokuskan pada tiga area strategis yakni keamanan siber (60 persen perusahaan berada di fase penerapan lengkap/tingkat lanjut), infrastruktur IT (59 persen) serta analisis dan manajemen data (48 persen).
Tiga hasil utama yang ingin mereka raih adalah meningkatkan efisiensi sistem, proses, operasional dan profitabilitas; kemampuan untuk berinovasi dan tetap kompetitif; dan menciptakan pengalaman yang lebih baik untuk pelanggan dan mitra.
Meskipun investasi meningkat, rata-rata lebih dari seperempat responden mengatakan mereka tidak melihat adanya hasil, atau hasilnya tidak sesuai dengan harapan mereka, dalam menambah, membantu atau mengotomatisasi proses atau operasional saat ini.
Di sisi lain, terdapat tekanan dan urgensi yang semakin besar dari para pemimpin di perusahaan untuk menerapkan teknologi AI.
Sebanyak 70 persen perusahaan melaporkan bahwa CEO dan tim pemimpin mendorong penerapan AI, diikuti oleh jajaran direktur (48 persen) dan manajemen menengah (40 persen). Seiring waktu, perusahaan-perusahaan di Indonesia mempercepat upaya dan menambah investasi untuk mengatasi hambatan dan menjalankan transformasi yang memanfaatkan AI.
Secara khusus, lebih dari sepertiga (37 persen) perusahaan berencana untuk mengalokasikan lebih dari 40 persen anggaran IT mereka untuk investasi AI dalam 4 hingga 5 tahun mendatang.
Ini merupakan peningkatan drastis dari hanya 3 persen perusahaan yang mengatakan mereka mengalokasikan porsi yang sama dari anggaran IT mereka untuk AI baru-baru ini.
Perusahaan-perusahan mengakui bahwa mereka harus lebih mempersiapkan diri untuk memanfaatkan AI secara efektif. Di Indonesia, 64 persen responden menilai skalabilitas , fleksibilitas, dan manageability infrastruktur IT yang lebih baik sebagai prioritas utama, dengan kesadaran akan kesenjangan sebagai hal utama yang harus diatasi untuk meningkatkan keseluruhan kesiapan AI.
Mengatasi Kesenjangan dalam Keahlian dan Talenta
Meskipun terdapat tantangan unik di setiap pilar, ada satu tema umum yang muncul – kurangnya talenta terampil. Perusahaan-perusahaan menyoroti hal ini sebagai tantangan utama di seluruh infrastruktur, data dan tata Kelola. Hal ini menegaskan sangat pentingnya tenaga profesional untuk mendorong inisiatif-inisiatif AI.
Anupam Trehan, VP, People and Communities APJC, Cisco, mengatakan ketika kompetisi mengadopsi AI semakin cepat, talenta akan menjadi faktor pembeda utama bagi berbagai perusahaan. Telah terjadi kekurangan talenta terampil dalam berbagai aspek AI.
“Hal ini berarti perusahaan-perusahaan harus berinvestasi di SDM yang dimiliki saat ini untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Pada saat yang sama, semua pemangku kepentingan – sektor privat dan publik, institusi pendidikan, dan pemerintah – harus bekerja sama untuk mengembangkan talenta-talenta lokal sehingga seluruh ekosistem bisa mendapatkan keuntungan dari potensi besar yang ditawarkan AI,” katanya.