Bappenas Ungkap Peluang RI Balik Jadi Negara Pendapatan Menengah Atas
Indonesia hadapi 4 tantangan ekonomi tahun ini.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkap peluang Indonesia untuk kembali masuk dalam kategori negara berpenghasilan menengah ke atas alias upper middle income country di tahun ini.
Salah satunya, jika pertumbuhan ekonomi sesuai dengan target yang dipatok pemerintah yakni 5,2 persen sampai 5,5 persen.
“Dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang diharapkan minimum di 5,3 persen dapat mengembalikan status Indonesia ke upper middle income di tahun 2022,” ujarnya dalam diskusi virtual yang digelar Forum Masyarakat Statistik, Senin (21/2).
Menurut Suharso, dengan kembali menyandang status upper middle income, maka di tahun depan Indonesia dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi.
Meski demikian, lanjut Suharso, peluang ekonomi untuk tumbuh minimal 5,3 persen itu harus dibarengi oleh pemerataan dan turunnya kesenjangan antara daerah.
Sebab kondisi tersebut tak tercermin dalam pertumbuhan ekonomi di tahun lalu. Ia mencontohkan, ekonomi di Maluku Utara, Papua hingga Sulawesi Tengah berhasil tumbuh double digit pada 2021 lalu. Sebaliknya, perekonomian di provinsi Bali dan Papua Barat masih mengalami kontraksi.
Tak hanya antara daerah, pertumbuhan sektoral juga perlu mendapat perhatian. Sebab di tahun lalu, beberapa subsektor juga mengalami kontraksi dan menahan laju pertumbuhan ekonomi. Beberapa di antaranya industri pengolahan, barang logam, hingga kertas.
Sebagai catatan, Bank Dunia mengkategorikan negara berpenghasilan menengah ke bawah dengan rentang pendapatan US$1.046-US$4.095, sementara kelompok penghasilan menengah ke atas US$4.096-US$12.695.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan per kapita RI sepanjang 2021 sebesar Rp62,2 juta atau setara US$4.349. Pada 2020 pendapatan per kapita Indonesia tercatat Rp57,3 juta atau sebesar US$3.934,5 sehingga Indonesia masuk dalam kategori negara berpenghasilan menengah ke bawah.
4 tantangan di 2022
Suharso juga mengatakan ada empat tantangan yang berpotensi menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini. Pertama, risiko penyebaran varian baru Covid-19 seperti omicron yang tingkat reproduksi atau penularannya 500 persen lebih tinggi dari varian delta.
"Setelah ditemukan pertama kali di Inggris tahun 2020, varian Omicron kini memiliki tingkat penularan yang sangat tinggi hingga mencapai 500 persen, lebih tinggi dibandingkan varian Delta yang hanya 30 sampai 100 persen," jelasnya.
Kemudian, tren ekonomi global yang diprediksi melambat pada 2022-2023 dan berisiko menyebabkan guncangan di negara berkembang.
Ketiga, kondisi Cina yang mempercepat proses transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT) dan ramah lingkungan, dan menghadirkan jenis-jenis pekerjaan baru.
"Tapi pada saat yang sama tentu akan menimbulkan risiko dalam keuangan. Perusahaan-perusahaan yang masih pada karbon tentu akan terganggu profitability-nya, dan juga akan dihadapi kerentanan likuiditas," paparnya.
Terakhir, faktor Amerika Serikat yang kini tengah berhadapan dengan lonjakan inflasi hingga mencapai 7,5 persen. Sehingga bank sentral AS The Federal Reserve akan melakukan normalisasi kebijakan.
"Indonesia malah akan mendapatkan impact soal ini. Kalau kita lihat dari porsi kepemilikan surat utang negara (SUN), porsinya sudah turun dari 39 persen ke sekitar 19 persen. Juga sudah sekitar US$19 miliar capital outflow yang sudah terjadi," pungkasnya.