BI Ramal Suku Bunga Fed Naik hingga 5,5 Persen pada Juli 2023
Tingginya inflasi AS bisa jadi penyebab kenaikan suku bunga.
Jakarta, FORTUNE - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memperkirakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Fed Funds Rate, akan naik 25 basis poin dari 5–5,25 persen menjadi 5,25–5,5 persen pada Juli 2023.
"Semula kami perkirakan terminalnya di 5,25 persen, namun ada kemungkinan baseline kami pada Juli nanti suku bunga Fed akan naik menjadi 5,5 persen," ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur, Kamis (22/6).
Menurut Perry, setelah mencermati perkembangan ekonomi AS dan pernyataan para petinggi Fed beberapa waktu belakangan, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Fed akan terjadi karena masih tingginya inflasi inti di Negeri Paman Sam.
Kondisi ini terutama disebabkan ketatnya pasar tenaga kerja AS di tengah kondisi pemulihan ekonomi dan tekanan stabilitas sistem keuangan (SSK) yang mereda.
Di samping itu, kecepatan program vaksinasi Covid-19 di membuat aktivitas masyarakat kembali normal dan meningkatkan permintaan, di tengah masih terganggunya pasokan akibat COVID-19, ketegangan dengan Tiongkok, serta perang Rusia dan Ukraina.
Kondisi itu menyebabkan inflasi AS melonjak, bahkan sempat menyentuh 9 persen. Imbasnya, Fed secara agresif menaikkan suku bunga acuan sejak tahun lalu.
Pun begitu, agresivitas kenaikan suku bunga Fed hingga saat ini belum menghasilkan penurunan inflasi yang diharapkan. Sebab, gangguan pasokan di AS yang menjadi penyebab inflasi tidak bisa hanya dikendalikan oleh kenaikan suku bunga acuan.
"Terlebih lagi karena inflasi di Amerika itu juga terjadi di sektor jasa," katanya sembari menambahkan bahwa kebijakan pembatasan imigrasi di AS membuat pasar tenaga kerja yang biasanya diisi imigran menjadi lebih sepi.
Suku bunga ditahan pada 5,75 persen
Dalam kesempatan tersebut, Perry mengatakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) bulan ini memutuskan untuk menahan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada 5,75 persen.
Sementara itu, suku bunga deposit facility tetap 5,00 persen, dan suku bunga lending facility 6,50 persen. Menurut Perry, kebijakan tersebut konsisten dengan posisi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen pada sisa 2023.
Sebagai catatan, IHK pada bulan Mei 2023 tercatat 4,00 persen (yoy) atau berada di batas atas sasaran 3,0±1 persen.
“Kebijakan likuiditas dan makroprudensial longgar terus dilanjutkan untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan dan tetap mempertahankan terjaganya stabilitas sistem keuangan,” kata Perry.
Selain itu, fokus kebijakan juga diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.