NEWS

Dunia Butuh US$6,9 Triliun per Tahun Guna Wujudkan Kesepakatan Paris

Indonesia sendiri butuh Rp3.500 triliun hingga 2030.

Dunia Butuh US$6,9 Triliun per Tahun Guna Wujudkan Kesepakatan ParisKepala BKF Febrio Nathan Kacaribu. (Dok. Kemenkeu)
18 February 2022

Jakarta FORTUNE - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menaksir kebutuhan investasi berbagai negara untuk mencapai target dalam Kesepakatan Paris (Paris Agreement) mencapai US$6,9 triliun per tahun. 

Indonesia sendiri, dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang merupakan turunan dari Kesepakatan Paris,  berkomitmen mengurangi emisi karbon hingga 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

"Diperkirakan sekitar US$6,3 triliun investasi infrastruktur setiap tahun diperlukan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan di 2030. Bahkan meningkat menjadi US$6,9 triliun per tahun untuk mencapai target Kesepakatan Paris," kata Febrio dalam webinar "Post-Pandemic Infrastructure in The G20", Jumat (18/2).

Menurut Febrio, pembangunan infrastruktur diperlukan untuk mempertahankan pemulihan ekonomi Indonesia setelah terdampak pandemi Covid-19 dan mentransformasinya. Infrastruktur juga menjadi tulang punggung perekonomian global, tetapi lanskapnya berubah dengan cepat karena tekanan krisis iklim dan pandemi Covid-19 yang kompleks sehingga negara-negara di dunia kesulitan memenuhi target pembangunan infrastruktur di tahun 2050.

"Pandemi Covid-19 telah mengganggu aliran investasi ke dalam pembangunan infrastruktur. Ruang fiskal yang mengecil telah memaksa pemerintah untuk memfokuskan sumber dayanya yang terbatas pada kebutuhan mendesak terkait pandemi," imbuh Febrio.

Di sisi lain, investasi pihak swasta dalam proyek infrastruktur terhambat karena penundaan atau pembatalan. Febrio berharap upaya terkoordinasi pemimpin negara-negara anggota G20 untuk meningkatkan investasi pada infrastruktur berkelanjutan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk kembali memobilisasi sektor swasta.

"Sementara upaya untuk mengatasi pandemi tetap penting dalam situasi saat ini, inisiatif kolektif untuk meningkatkan investasi infrastruktur juga sangat penting untuk mengatasi efek scarring untuk meningkatkan potensi pertumbuhan jangka panjang serta untuk mendukung transisi menuju lingkungan yang lebih hijau khususnya untuk mencapai pengurangan emisi karbon," ucapnya.

Indonesia butuh Rp3.500 triliun

Sebelumnya, Febrio menuturkan bahwa Indonesia membutuhkan investasi hingga Rp3.500 triliun untuk memenuhi komitmen pemerintah menurunkan emisi karbon hingga 29 persen pada 2030. 

Namun, dari total kebutuhan itu, pemerintah melalui APBN hanya bisa memenuhi kurang dari 40 persen. Sisanya bisa dilakukan dengan kerja sama pemerintah dan badan usaha, atau melalui proyek swasta murni.

"Dari APBN hanya kurang dari 40 persen, makanya sudah jelas ini tidak mungkin APBN saja. Ini harus melibatkan kalau dari sisi pemerintah ada Pemda, swasta lalu kemudian dukungan internasional," ujarnya.

Dari sisi pemerintah sendiri, kata Febrio, insentif pajak telah banyak ditebar untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan, mulai dari tax holidaytax allowance dan sebagainya. Sementara dalam konteks pembiayaan, salah satu inisiatif yang telah dimulai adalah penerbitan green sukuk

"Ini belum banyak negara yang menerbitkan instrumen keuangan green. Baru indonesia yang menerbitkan dan ini direspons oleh pasar global. Artinya kalau Indonesia punya roadmap yang baik, dan kita sudah lihat misalnya pembiayaan APBN kita tagging untuk climate change, pasar internasional merespons ini," ungkapnya.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.