Jokowi, Baju Adat Tanimbar dan Pertumbuhan Ekonomi Dobel Digit
Jokowi yakin hilirisasi akan berbuah manis.
Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo mengenakan pakaian adat Tanimbar, didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo yang mengenakan kebaya berwarna kuning, saat menghadiri Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersana DPR-DPD Tahun 2023.
Busana yang berasal dari Maluku ini tidak hanya dipakai oleh suku Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, melainkan juga masyarakat suku Ambon pada umumnya.
"Untuk informasi, yang saya pakai ini adalah baju adat Tanimbar dari Provinsi Maluku," demikian ucap Presiden dalam Pidato Kenegaraannya pada Sidang Tahunan MPR 2023, Selasa (16/8).
Mengutip Marthen M. Pattipeilohy, dalam artikelnya bertajuk "Busana Tradisional Daerah Maluku Dan Masa Depannya" di Jurnal Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon, pakaian dan perhiasan dalam busana adat Tanimbar ini biasanya hanya dikenakan laki-laki dan perempuan dari kalangan masyarakat atas.
Bagi laki-laki, pakaian dan perhiasan yang mereka kenakan terdiri dari kemeja dan kain. Penutup kepalanya adalah Suar Bebeb Ulu dan So Malai, dihiasi bulu-bulu burung cendrawasih, yang melambangkan kebesaran seorang raja.
Penutup kepala ini juga merupakan simbol perlindungan yang masyarakat wajib berikan kepada pemimpinnya. Salempang atau Skwai yang mereka pakai mewakili tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya. Filosofi di balik skwai ini menggambarkan seorang ayah yang menggendong putranya atau seorang pemimpin yang siap memikul tanggung jawabnya terhadap masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi Maluku dan Maluku Utara
Presiden Jokowi memang kerap mengenakan pakaian adat dari berbagai suku di Tanah Air dalam acara kenegaraan. Pada Sidang Tahunan MPR 2017, Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Bugis berupa songkok Bugis berwarna emas dan sarung songket bernuansa oranye dan merah marun. Kemudian, dalam upacara Kemerdekaan RI ke-73 di Istana Negara pada 2018, Jokowi mengenakan pakaian adat Aceh.
Pakaian adat berikutnya yang digunakan ialah adat Sasak, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang digunakan saat menyampaikan pidato kenegaraan dalam Sidang Bersama DPR-DPD pada Agustus 2019. Presiden mengenakan pakaian adat Sasak berwarna cokelat dengan bawahan kombinasi hitam, emas, dan oranye, dilengkapi keris yang tampak terpasang di bagian depan pakaian.
Pada 2020, Jokowi mengenakan pakaian adat Suku Sabu, Nusa Tenggara Timur (NTT) saat menghadiri Sidang Tahunan MPR RI. Sedangkan pada 2021, Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Suku Baduy yang berasal dari Banten dan pada 2022 mengenakan baju adat Paksian dari Bangka Belitung.
Saat memimpin upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI pada 2021, Presiden Jokowi tampak mengenakan pakaian adat Pepadun dari Lampung. Sedangkan pada 2022, Kepala Negara dan Ibu Iriana Joko Widodo memilih baju adat asal Buton, Sulawesi Tenggara.
Yang menarik, pemilihan baju adat yang dipakai Presiden saat ini bertaut dengan pidatonya pada sidang tahunan MPR ihwal hilirisasi komoditas, yang lokasinya berada di kawasan Indonesia Timur, khususnya Maluku.
Upaya ini, menurutnya, memang pahit bagi pengekspor bahan mentah dan bagi pendapatan negara jangka pendek. Tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi, "saya pastikan Ini akan berbuah manis pada akhirnya. Terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia," tuturnya.
Sebagai gambaran, ujar Presiden, setelah menghentikan ekspor nikel ore pada 2020, investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat.
"Kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru 1 komoditas. Dan jika kita konsisten dan mampu melakukan hilirisasi untuk nikel tembaga bauksit CPO & Rumput laut," katanya.
Apa yang disampaikan Presiden Jokowi terkonfirmasi dari data PDRB triwulan II-2023 yang menunjukkan Provinsi Maluku Utara, salah satu pusat hilirisasi mineral, mengalami pertumbuhan ekonomi hingga dua digit. Tercatat, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara mencapai 23,89 persen atau tertinggi se-Indonesia.
Kepala Negara juga menyampaikan, berdasar hitung-hitungan perkiraan dalam 10 tahun, pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai Rp153 juta (U$10.900). Kemudian, dalam 15 tahun pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai Rp217 juta (US$ 15.800), dan dalam 22 tahun, pendapatan per kapita kita akan capai Rp331 juta (U$ 25.000).
"Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin, kita berada di angka Rp71 juta. Artinya dalam 10 tahun lompatanya bisa 2 kali lipat lebih," ujar Presiden Jokowi.