Kuota PLTS Atap Terpakai 66%, ESDM Ungkap Kendala Lambatnya Pemasangan
Kementerian ESDM evaluasi lambatnya pemasangan PLTS Atap.
Fortune Recap
- Pemberian kuota pemasangan panel surya merupakan amanat dari Peraturan Menteri ESDM No.2/2024 dan harus disesuaikan dengan ketersediaan kuota PLN.
- Kendala lambatnya pemasangan PLTS Atap adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) dalam proyek-proyek tersebut, serta kuota pemasangan tersebar di berbagai daerah.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan kuota pemasangan PLTS Atap hingga Juli 2024 telah terpakai 500–600 megawatt (MW) atau sekitar 55,49–66,59 persen dari total 901 MW yang bisa digunakan tahun ini.
Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, mengatakan bahwa pemberian kuota tersebut merupakan amanat dari Peraturan Menteri ESDM No.2/2024 terkait PLTS Atap, yang kapasitas pemasangan panel suryanya disesuaikan dengan ketersediaan kuota PLN.
"Di tahun 2024 ini, target kami secara akumulasi adalah 901 MW kuota yang bisa digunakan untuk PLTS Atap. Karena ada sekitar 250 MW yang sudah terpasang, pada pengadaan bulan Juli kemarin terdapat kurang lebih 500–600 MW kuota yang sudah terambil," ujarnya dalam acara Aneka EBT Goes to Campus, Kamis (31/10).
Feby mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan pemantauan dan evaluasi atas realisasi pemasangan PLTS Atap tersebut. Pasalnya, dalam beleid tersebut, Kementerian ESDM telah mengatur bahwa pembangkit dengan kapasitas di bawah 500 kWp harus selesai pemasangannya dalam tiga bulan, sedangkan untuk kapasitas di atas 500 kWp maksimal selesai dalam enam bulan.
"Sekarang kita sudah memasuki bulan Oktober, kami melakukan monitoring dan evaluasi. Apa yang kami lihat adalah bahwa waktu yang ditetapkan dalam regulasi tersebut sulit untuk bisa dipenuhi," katanya.
Menurut Feby, salah satu kendala lambatnya pemasangan PLTS Atap adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) dalam proyek-proyek tersebut. Terlebih, kuota pemasangan PLTS Atap tersebar di berbagai daerah, dari Aceh hingga Papua.
"Salah satu penyebabnya adalah kurangnya tenaga teknisi untuk memasang PLTS Atap karena ini adalah program dari Aceh sampai Papua. Jadi, di seluruh wilayah ada proyek untuk pemasangan PLTS Atap, dan salah satu kendalanya adalah SDM kita yang kurang," jelasnya.
Karena itu, Feby mendorong mahasiswa untuk mempersiapkan diri menjadi tenaga terampil yang bisa bekerja di bidang PLTS Atap. Apalagi, ke depannya penggunaan energi baru terbarukan, termasuk yang berasal dari PLTS Atap, akan meningkat seiring dengan upaya pemerintah menuju target net zero emission.
"Ini adalah peluang bagi adik-adik untuk nanti bisa masuk ke dalam bidang energi terbarukan ini, bukan hanya sebagai teknisi tetapi juga sebagai distributor, karena modulnya harus didatangkan dari Jakarta," ujarnya.
Penetapan kuota pengembangan PLTS Atap seperti tertuang dalam Permen ESDM No.2/2024 mengamanatkan agar PLN segera menyusun kuota pengembangan PLTS Atap berdasarkan klaster yang telah ditetapkan.
Aturan tersebut juga menetapkan bahwa Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM dapat memerintahkan PLN untuk mengubah kuota pengembangan sistem PLTS Atap, dan PLN diwajibkan untuk menyampaikan perubahannya kepada Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.
Penetapan kuota PLTS Atap ini dibagi ke dalam 11 klaster daerah, dengan kuota pengembangan sistem PLTS Atap PLN pada 2024 hingga 2028 telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Nomor 279.K/TL.03/ DJL.2/2024.
Pada tahun ini, pemerintah menetapkan kuota kapasitas terpasang PLTS Atap sebesar 901 MW, dan akan terus bertambah hingga 2028.
Kuota kapasitas terpasang pada 2025 ditetapkan 1.004 MW (meningkat 11,4 persen dari tahun 2024), 1.065 MW pada 2026 (meningkat 6,1 persen dari 2025), 1.183 MW pada 2027 (meningkat 11,1 persen dari 2026), dan 1.593 MW pada 2028 (meningkat 34,7 persen dari 2027).