Menkeu Bakal Paparkan Dampak Reformasi Pensiun terhadap APBN ke DPR
DPR minta Kemenkeu percepat roadmap reformasi pensiun.
Jakarta FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat capaian roadmap reformasi pengelolaan program pensiun PNS, TNI dan Polri yang menjadi catatan Komisi XI dalam pembahasan pagu anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2024.
Dalam catatannya atas pagu indikatif Kemenkeu, Komisi XI meminta Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menilai roadmap tersebut dapat memberikan manfaat pensiun yang lebih baik, biaya iuran yang terjangkau oleh pemerintah dan ASN, serta tata kelola pensiun yang lebih baik.
"Dari sisi desain, kami bisa menyampaikan nanti implikasi dari sisi keuangan negara, mungkin akan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Namun, saya rasa timeline yang akan disampaikan di sini akan memberikan indikasi komitmen kita akan ke arah mana dari sisi roadmap tersebut," ujarnya di Komisi XI, Rabu (14/6).
Dana yang dikeluarkan pemerintah setiap tahunnya untuk membayar pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena jumlah pensiunan terus bertambah dan angka harapan hidupnya terus meningkat.
Tahun lalu, misalnya, dana tersebut diprediksi mencapai Rp199 triliun. Angka tersebut mengalami tren peningkatan sejak 2018. Pada 2018 dana pensiun hanya Rp90,82 triliun. Kemudian, pada 2019 menjadi Rp99,75 triliun. Lalu 2020 dan 2021 kembali meningkat masing-masing menjadi Rp104,97 triliun dan Rp112 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Isa Rachmawarta, menjelaskan besarnya anggaran pensiun juga tidak dapat dilepaskan dari beban pensiun daerah yang masih ditanggung pemerintah pusat. Di samping itu, skema pembiayaan pensiun pemerintah saat ini adalah pay as you go.
Ini artinya, dana untuk pembayaran pensiun tidak disediakan sampai benar-benar jatuh tempo. Kemudian, pada umumnya tidak terjadi akumulasi dana untuk pembayaran pensiun. Kalaupun ada akumulasi dana, hal tersebut berada di Taspen yang penggunaan utamanya bukan untuk pembayaran pensiun.
Selama ini, potongan iuran PNS yang ada di Taspen hanya bersifat akumulasi sampai ada lembaga dana pensiun yang dibentuk pemerintah.
Pertama kali dibentuk 1974, Taspen mengelola iuran PNS untuk tiga penggunaan, yakni mengembalikan iuran PNS yang berhenti tanpa hak pensiun, dana talangan jika pemerintah tak bisa membayarkan pensiun PNS, dan membayar manfaat pensiun PNS.
Namun, yang selama ini kerap dilakukan Taspen hanya mengembalikan iuran PNS yang tak berhak mendapatkan pensiun. Sebab dalam undang-undang pensiun, PNS yang berhak mendapatkan pensiun adalah yang telah bekerja lebih dari 20 tahun dan berusia di atas 50.
Kaji pembentukan lembaga baru
Dalam rapat bersama Komisi XI, Senin (12/6), Isa menyampaikan bahwa Kemenkeu tengah mengkaji pembuatan lembaga baru untuk mengurus dana pensiun ASN dan TNI/Polri ke depan. Hal tersebut dilakukan guna menggantikan penyaluran dana pensiun melalui PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero).
Bagian dari upaya reformasi dana pensiun tersebut juga akan melibatkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) sebagai pendamping dan pemberi masukan.
Menurut Isa, Kemenkeu telah mengidentifikasi tiga area besar terkait reformasi dana pensiun. Selain hal kelembagaan yang kini tengah dikaji, Kemenkeu juga memfokuskan reformasi pada desain manfaat, hingga desain iuran.
Ketiga, Kemenkeu akan menerapkan best practices dalam beberapa bidang, seperti aktuaria, akuntansi, dan juga investasi guna memperbaiki tata kelola.
"Ini dilakukan supaya manfaat dana pensiun lebih baik. Tentunya memunculkan dilema yang lain karena pada saat bersamaan kita melihat kelompok masyarakat lain yang bukan PNS justru belum mendapatkan manfaat pensiun sama sekali. Kita tetap memiliki keinginan untuk memperbaiki kualitas dari manfaat pensiun," jelas Isa.