NEWS

Pertamina Usul Pertamax Green 92 Seharga Pertalite, Diproduksi 2024

Pertamina minta pembebasan bea impor etanol.

Pertamina Usul Pertamax Green 92 Seharga Pertalite, Diproduksi 2024Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (tengah) menyampaikan paparan dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
09 October 2023

Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengusulkan harga BBM Pertamax Green 92 sama dengan harga Pertalite.

Menurutnya, harga tersebut bisa direalisasikan karena produk Pertamax Green 92, yang akan diproduksi 2024, mengandung jenis BBM khusus penugasan (JBKP) disubsidi pemerintah, yakni Pertalite.

"Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya. Kami mengusulkan ini adalah karena itu lebih baik kalau misalkan dengan harga sama, tetapi masyarakat mendapatkannya dengan oktan yang lebih baik, sehingga itu untuk mesin juga lebih baik, sekaligus emisinya menurun, kenapa tidak?" ujarnya di Komisi VII DPR, Senin (9/10).

Meski demikian, Nicke menegaskan bahwa rencana produksi dan harga jual tersebut masih merupakan kajian internal Pertamina dalam pengembangan Program Langit Biru Tahap 2. Sejauh ini, pemerintah juga belum mengeluarkan keputusan apa pun terkait rencana tersebut.

"Jadi usulannya itu, tapi kembali lagi, supaya tidak jadi perdebatan di publik. Saya ingin menjelaskan bahwa ini adalah hasil kajian internal kami yang akan kami usulkan ke pemerintah. Namun, implementasinya tentu ini menjadi ranah pemerintah untuk memutuskan," ujarnya.

Menurut Nicke, dari sisi regulasi, rencana peluncuran produk Pertamax Green 92 pada tahun depan sudah tepat. Sebab, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No.12/2015 telah menetapkan peta jalan penggunaan bioetanol dengan mencampur etanol ke BBM dari 2 persen menjadi 20 persen secara bertahap sejak 2015 hingga 2025.

"Mandatory-nya Itu dimulai dari tahun 2015 dengan etanol 2 persen (e2). Di 2016 itu secara aturan harusnya naik menjadi etanol 5 persen, 2020 etanol 10 persen dan secara gradual meningkat sampai dengan 2025 itu e20," katanya.

Nicke juga menyampaikan bahwa selama ini pengembangan bioetanol terhambat dengan tidak adanya pasokan dari dalam negeri. Sebab, investor masih enggan untuk masuk ke proyek tersebut karena tidak adanya permintaan.

Karena itu, tahun depan Pertamina berharap program Pertamax Green 92 bisa dimulai dengan mencampur 7 persen etanol dengan Pertalite. Dus, permintaan etanol dalam negeri dapat meningkat dan membuat daya tarik investasi industri tersebut menjadi lebih kuat.

"Kemarin-kemarin itu adalah seperti chicken and egg, apakah kita tunggu dulu persiapan etanol dalam negeri atau kita creating demand supaya industri etanol dalam negeri kemudian jadi tumbuh dan menarik bagi investor. Nah, kita pilih yang kedua," ujarnya.

Minta pembebasan bea impor

Nicke juga menyampaikan bahwa upaya membentuk permintaan pasar untuk etanol juga sejalan dengan upaya menekan impor bensin yang dilakukan Pertamina. 

Selain itu, program tersebut juga sangat tepat dari aspek lingkungan karena octane number BBM yang dijual Pertamina meningkatkan menjadi minimal 92 dan otomatis mengurangi emisi karbon yang dihasilkan mesin kendaraan.

"Oleh karena itu, 2024 mohon dukungannya juga kami akan mengeluarkan lagi yang kita sebut Pertamax Green 92. Sebetulnya ini Pertalite kita campur dengan etanol naik oktannya dari 90 ke 92, sehingga nantinya tahun depan akan ada 3 produk yang pertama adalah Pertamax 92 dengan mencampur RON 90 dengan 7 persen etanol kita sebut e7 yang kedua adalah pertamax Green 95 mencampur Pertamax dengan 8 persen etanol dan ketiga adalah Pertamax Turbo," katanya.

Ia juga yakin, peralihan dari Pertalite ke Pertamax Green 92 akan dapat memberikan banyak manfaat. Selain mengurangi impor bensin dan mengurangi emisi akan ada dampak ekonomi yang tumbuh seiring dengan berkembangnya industri bioetanol di dalam negeri.

"Demand investasi di sektor bio energy ini akan meningkat apalagi kemudian pemerintah sudah mengeluarkan Perpres yang baru di mana kemudian mengalokasikan 700.000 hektar untuk gula, swasembada gula maupun etanol, jadi kita tentu berharap dari situ akan ada tambahan supply 1,2 juta untuk mencampur gasolin ini," ucapnya.

Meski begitu, ia meminta dukungan DPR agar dapat mendorong pemerintah membebaskan pajak impor untuk bioetanol fuel grade pada tahap awal implementasi tersebut. Sebab, selama ini impor etanol yang dilakukan Pertamina dikenakan biaya masuk meski penggunaannya bertujuan sebagai campuran BBM ramah lingkungan.

"Kita tentu memerlukan beberapa support dari pemerintah. Yang pertama tentu adalah pembebasan bea cukai, yang kedua sampai dengan investasi dari bioetanol ini terjadi di dalam negeri, maka kita harus impor dulu. Tapi itu tidak masalah karena kita pun impor gasoline, kita hanya mengganti aja impor gasoline dengan impor etanol which is secara emisi lebih baik. Dan untuk itu tentu sementara kita belum ada memenuhi produksi dalam negerinya kita meminta agar juga pembebasan dari sisi pajak impornya juga," ujarnya.

Related Topics

    © 2025 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.