NEWS

Presiden Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen di 2023

Pemerintah waspadai gejolak ekonomi global di tahun depan.

Presiden Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen di 2023Presiden Jokowi dalam Rapat Sidang Kabinet Paripurna, Senin (20/6). (dok. Setkab)
16 August 2022

Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen dalam asumsi dasar ekonomi makro sebagai landasan penyusunan RAPBN 2023. Hal tersebut ia sampaikan dalam pidato penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN 2023 beserta nota keuangannya di Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (16/8).

"Pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan sebesar 5,3 persen. Kita akan berupaya maksimal dalam menjaga keberlanjutan penguatan ekonomi nasional," ujar Kepala Negara.

Jokowi menuturkan, ekspansi produksi yang konsisten akan terus didorong untuk membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Berbagai sumber pertumbuhan baru, kata dia, juga harus segera diwujudkan.

Karena itu, pelaksanaan berbagai agenda reformasi struktural terus diakselerasi untuk transformasi perekonomian. Demikian pula dengan investasi yang harus dipacu serta daya saing produk manufaktur nasional di pasar global yang harus ditingkatkan.

"Dengan semakin kuatnya sektor swasta sebagai motor pertumbuhan, maka manajemen kebijakan fiskal dapat lebih diarahkan untuk menciptakan keseimbangan antara perbaikan produktivitas dan daya saing, dengan menjaga kesehatan dan keberlanjutan fiskal untuk menghadapi risiko dan gejolak di masa depan," jelasnya.

Waspadai gejolak ekonomi global

Menurut Jokowi, Indonesia juga harus terus mewaspadai risiko gejolak ekonomi global yang diperkirakan masih tinggi di tahun depan. Pasalnya, perlambatan ekonomi dunia tetap berpotensi memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi domestik dalam jangka pendek. Selain itu, konflik geopolitik dan perang di Ukraina telah menyebabkan eskalasi gangguan sisi suplai yang memicu lonjakan harga-harga komoditas global dan mendorong kenaikan laju inflasi di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia.

Bank Sentral di banyak negara melakukan pengetatan kebijakan moneter secara agresif. Pengetatan telah menyebabkan guncangan pada pasar keuangandi banyak negara berkembang.

Konsekuensinya, nilai tukar mata uang sebagian besar negara berkembang mengalami pelemahan. "Dengan berbagai tekanan tersebut, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global melambat signifikan dari 6,1 persen di tahun 2021 menjadi 3,2 persen di tahun 2022 dan 2,9 persen di tahun 2023," tuturnya.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.