Sri Mulyani: Ada 4 PT & 2 Individu Terkait "Transaksi Gelap" Rp18,7 T
Menkeu tegaskan pegawainya tak terlibat transaksi itu.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengungkap transaksi mencurigakan bernilai Rp22 triliun selama 2015-2022 yang diduga terkait dengan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Data tersebut, menurutnya, telah disalahpahami dan membentuk persepsi publik bahwa telah terjadi korupsi dengan nilai jumbo di Kemenkeu.
Padahal, dari transaksi tersebut, hanya Rp3,3 triliun transaksi yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu dan telah berstatus "bersih" usai diklarifikasi oleh Inspektorat Jendral dalam rangka uji kepatutan dan kelayakan pegawai. Sementara Rp18,7 triliun lainnya merupakan transaksi koorporasi dan individu yang tidak memiliki keterkaitan dengan pegawai Kemenkeu setelah dilakukan penyelidikan.
"Persepsi publik dianggapnya korupsi, itu adalah informasi debit kredit dari para pegawai yang diidentifikasikan di sini termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli harta rumah dalam hal ini dalam kurun waktu 2009-2023 dan mereka telah ditindaklanjuti, ini terutama oleh Itjen karena menyangkut Kemenkeu," ujarnya dalam rapat dengan Komisi III DPR RI, Selasa (11/4).
Sri Mulyani mengaskan transaksi tersebut berkaitan dengan empat koorporasi (PT A, B, C dan F) dan dua individu (individu D dan E) yang telah didalami oleh Itjen Kemenkeu .
"Data-data mengenai PT A, B, C, dan F adalah permintaan tadi disebut inquiry Itjen Kemenkeu kepada PPATK. Ini terutama pada saat Itjen melakukan investigasi kalau ada pegawai ditengarai dan punya tanda-tanda, dan kita membutuhkan data tambahan PPATK," katanya.
Berikut perinciannya:
PT A
PT A dengan nilai transaksi mencurigakan Rp11,38 triliun sepanjang 2017-2018 bergerak dalam bidang perkebunan. Statusnya wajib pajaknya aktif dan pengurusnya adalah warga negara asing. Perusahaan ini, kata Sri Mulyani, tidak ada kaitannya dengan Kemenkeu.
Itjen Kemenkeu telah meminta data dari PPATK dalam rangka mengumpulkan keterangan dan melakukan audit investigasi. "Latar belakang kami meminta PPATK memberikan informasi ini karena Itjen meminta PPATK melalui surat 5/IJ/09.2022 tanggal Februari 2022 yang lalu di mana Itjen sedang mengumpulkan bahan keterangan atas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum pajak kita," ujarnya.
"Itjen menengarai, mungkin perusahaan yang ditangani oknum pajak ini memberikan uang kepada oknum pajak kami, maka kami minta PPATK untuk memberikan seluruh transaksi perusahaan tersebut 2017-2018."
Oleh PPATK, pemeriksaan dilakukan terhadap lima rekening perusahaan tersebut dan tidak ditemukan aliran dana ke pegawai Kemenkeu dan keluarga pegawai Kemenkeu yang sedang diselidiki inspektorat.
"Jadi Rp11,38 triliun itu adalah data korporasi. Kami menganggap ini sudah ditindaklanjuti karena ini adalah permintaan dari kami kepada PPATK. [Pegawai] yang bersangkutan tetap kami rekomendasi hukuman disiplin, karena kami dapat data bukan dari PPATK tapi sumber lain yang menunjjukan bahwa yang bersangkutan memang melanggar hukuman disiplin," jelasnya.
PT B
PT B memiliki transaksi mencurigakan sekitar Rp2,76 triliun. Data terkait transaksi tersebut diperoleh dari permintaan Itjen pada 18 Oktober 2018 saat melakukan audit investigasi atas dugaan penerimaan uang oleh pegawai Kemenkeu, dan melakukan OTT terhadap salah satu pegawai tersebut.
"Maka kami kemudian meminta data kepada PPATK, untuk perusahaan ini, yaitu perusahaan PMA bergerak di bidang otomotif. Pengurusnya WNA tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu. Status pajaknya aktif"," terangnya.
Kesimpulan PPATK rekening tersebut aktif dan dijadikan rekening transaksi perusahaan, dan tidak ada aliran dana ke pegawai Kemenkeu.
"Kesimpulannya ini telah ditindaklanjuti karena memang data permintaan kita," tuturnya.
PT C
Perusahaan ini memiliki transaksi mencurigakan Rp1,88 triliun dan bergerak dalam bidang penyedia pertukaran data elektronik yang tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu.
"Status pajaknya aktif. Transaksi perusahaan C ini Rp1,88 trilun dari 2010-2015. Keterangan PPATK, pola transaksi passed-by di mana dana yang masuk yang berasa dari sejumlah perusahaan dan transaksi karena mereka menggunakan atau bergerak di bidang penyedia pertukaran data elektronik, dan kemudian transaksi tunai melalui pemindahbukuan. Ini statusnya telah ditindaklanjuti," kata Sri Mulyani.
PT F
Transaksi mencurigakan PT F senilai Rp452 miliar juga diperoleh dari permintaan Itjen Kemenkeu pada 13 April 2020. Perusahaani ini bergerak di bidang penyewaan gedung dengan tiga anak perusahaan dan 14 rekening. "PPATK menyebutkan teridentifikasi digunakan sebagai rekening untuk kegiatan operasional dan menerima dana transaksi setoran tunai tanpa underlying dengan keterangan: cicilan, angsuran dan pelunasan karena dia di bidang penyewaan gedung," kata Sri Mulyani.
"Ini juga Itjen melakukan inquiry terutama menyangkut potensi pegawai kemenkeu yang diduga mendapatkan gratifikasi atau dugaan penyimpangan pengadaan. Jadi kami meminta data dari PPATK untuk investigasi kami sendiri," ujarnya.
Wajib pajak pribadi
Individu D
Wajib pajak ini disebut memiliki transaksi mencurigakan senilai total Rp500 miliar. "Ini inisiatif PPATK yang menengarai pergerakan transaksi mencurigakan menyangkut orang yang berhubungan dengan Kemenkeu. Saudara D ini sudah pensiun dari Kemenkeu sejak 1990 dan bahkan sudah meninggal dunia pada 2021 lalu," ujar Sri Mulyani.
Kesimpulan PPATK: hasil analisis telah diteruskan ke Direktorat Jenderal Pajak untuk ditindaklanjuti, terutama menyangkut potensi penerimaan pajak dari saudara D untuk transaksi periode 2016-2018.
Hasil tindak lanjut dari DJP, pelaksanaan pemeriksaan khusus, tidak dapat ditindaklanjuti karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Individu E
Temuan atas wajib pajak ini juga merupakan inisiatif PPATK, dengan melihat transaksi mencurigakan 2016-208 sebesar Rp1,7 triliun. Menurut Sri Mulyani, transaksi tersebut terkait aset dan investasi besar yang tidak ada kaitannya dengan pegawai Kemenkeu.
Paslnya, transaksi tersebut berasal dari istri individu E, mantan pegawai Kemenkeu yang mengundurkan diri pada 2010.
"Kesimpulan PPATK: hasil analisa diteruskan ke Direktorat Jenderal Pajak. DJP melakukan pemeriksaaan khusus dan terhadap wajib pajak saudara E telah selesai kewajiannya dengan diterbitkannya SKP pada tahun 2021 yang lalu. Jadi statusnya telah ditindaklanjuti dan kita mendapatkan potensi penerimaan negara," katanya.