Utang Pemerintah Capai Rp7.014 T, Sri Mulyani: Relatif Rendah di Dunia
Rasio utang pemerintah di angka 40,17% terhadap PDB.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai utang pemerintah yang telah Rp7.014 triliun atau 40,17 persen terhadap produk domestik per akhir Februari 2022 masih relatif rendah dibandingkan negara-negara lain di dunia.
Padahal jumlah tersebut cenderung meningkat sejak pandemi Covid-19. Sebagai perbandingan, utang Indonesia per Januari 2022 masih berada di posisi Rp6.919 triliun dengan rasio utang terhadap PDB hanya sebesar 39,63 persen.
"Rasio utang kita termasuk yang relatif rendah baik diukur dari negara negara Asean, G20 atau bahkan seluruh dunia," ujarnya dalam konferensi pers KSSK, Rabu (13/4).
Secara terperinci, utang pemerintah terdiri atas surat berharga dengan denominasi rupiah senilai Rp4.901 triliun, yakni Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp4.054 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp847 triliun.
Kemudian, ada pula surat utang yang berdenominasi valuta asing (valas) sebesar Rp1.262 triliun, antara lain SUN sebesar Rp978 triliun dan SBSN sebesar Rp282 triliun. Ada pula pinjaman yang totalnya mencapai Rp850 triliun atau 12,12 persen dari total utang yang ada.
Lantaran itu lah, Bendahara Negara meminta penggunaan anggaran di kementerian/lembaga direncanakan dan dieksekusi dengan baik. Begitu pula dengan seberapa tinggi kualitas layanan pendidikan dan kesehatan yang ingin diberikan ke masyarakat.
"Kami akan menjaga dukungan Bank Indonesia kepada kita untuk tahun ini dari mengoptimalkan baik dari sisi belanja maupun dari sisi pendapatan negara yang saat ini mengalami peningkatan karena komoditas yang meningkat, ini adalah salah satu positive side," katanya.
APBN sebagai peredam 'shock'
Dalam kesempatan yang sama, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa APBN akan menjadi shock absorber atau peredam guncangan dari gejolak dan tekanan global yang berpotensi memberi risiko bagi ekonomi Indonesia.
“Dalam mengantisipasi dan menghadapi gejolak dan tekanan global yang berlangsung, APBN akan terus melakukan respons secara aktif dan memposisikan menjadi shock absorber,” tuturnya.
Peran APBN sebagai peredam shock ini dilakukan melalui pemberian dukungan baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi daya beli kepada kelompok paling rentan. Bentuknya antara lain bantuan sosial Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako hingga BLT Minyak Goreng melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Realisasi anggaran PEN untuk perlinsos sendiri telah terealisasi Rp22,74 triliun dari pagu Rp154,76 triliun. Serapan terutama untuk mendukung kelompok paling rentan melalui PKH, Kartu Sembako, Kartu Prakerja, BLT Desa serta Bantuan Tunai PKL dan nelayan.
Kemudian, serapan anggaran PEN untuk klaster kesehatan per 1 April 2022 adalah Rp1,55 triliun dari pagu Rp122,54 triliun untuk pembayaran tagihan terutama perawatan Covid-19 tahun lalu.
Untuk klaster pemulihan ekonomi yang memiliki pagu Rp178,32 triliun terealisasi Rp5,02 triliun untuk mendukung pemulihan pariwisata, meningkatkan ketahanan pangan, membantu UMKM dan insentif perpajakan.