Mengenal Resesi dalam Perekonomian: Arti dan Dampak
Resesi berarti penurunan PDB 2 kuartal berturut-turut.
Jakarta, FORTUNE – Istilah resesi ramai dibicarakan ketika situasi perekonomian dianggap tengah bergejolak. Sejumlah pihak, mulai dari pelaku pasar, ekonom, media, sampai pemerintah sering menyebutkan kata resesi yang dikhawatirkan akan terjadi secara global tahun ini. Lantas, sebenarnya apa resesi itu?
Kementerian Keuangan menyatakan resesi merupakan situasi penurunan aktivitas ekonomi yang dibuktikan dengan koreksi produk domestik bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut.
PDB sendiri merupakan ukuran aktivitas perekonomian negara selama satu periode baik itu kuartal (empat bulan) atau satu tahun. Resesi bahkan bisa terjadi dalam waktu tahunan, sebagaimana dilansir dari laman BFI Finance.
Ada sejumlah kondisi yang menyebabkan suatu negara mengalami resesi. Inflasi merupakan satu misal. Kondisi kenaikan harga yang terjadi secara terus-menerus dapat menggerus daya beli masyarakat, dan berimbas pada penurunan produksi barang dan jasa.
Sementara itu, deflasi, atau penurunan harga barang dan jasa, dapat pula menjadi pemicu. Situasi deflasi ditandai dengan penundaan pembelian barang dan jasa oleh masyarakat hingga harga terendah. Hal tersebut kemudian berdampak pada pemilik usaha yang harus menyesuaikan produksinya sehingga berujung rugi.
Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan resesi atau pertumbuhan ekonomi negatif, yakni guncangan ekonomi mendadak, perkembangan teknologi yang berdampak ke hilangnya pekerjaan manusia, serta ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi.
Dampak resesi
Menurut Kemenkeu, dampak resesi terhadap perekonomian, antara lain tingkat pengangguran yang meningkat akibat lapangan pekerjaan minim, kinerja investasi yang anjlok, atau inflasi maupun deflasi tidak terkendali.
Menurut laman BFI Finance, resesi secara umum akan berdampak ke tiga aktor: pemerintah, perusahaan, dan pekerja. Berikut penjelasan dampak resesi ke masing-masing pihak tersebut.
- Dampak resesi ke pemerintah
Ketika terjadi resesi, pemerintah mesti meresponsnya dengan sejumlah kebijakan. Lapangan kerja, misalnya, harus dibuka sebanyak-banyaknya; program pembangunan harus dilanjutkan; dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan harus dijamin.
Namun, upaya pemerintah tentu saja tidak mudah. Sebab, resesi membuat pendapatan negara turun seiring dengan kondisi finansial masyarakat yang memburuk.
Lantaran pendapatan turun, negara mengalami defisit anggaran, dan pemerintah harus mengambil utang dengan nominal lebih tinggi.
Menurut Kementerian Keuangan, pemerintah bisa menanggulangi dampak resesi melalui dua instrumen kebijakan, yakni fiskal dan moneter. Pada kebijakan fiskal, misalnya, pemerintah bisa melakukan realokasi anggaran, menggelontorkan bantuan kepada masyarakat, serta memberikan stimulus kepada dunia usaha. Sedangkan, melalui kebijakan moneter, pemerintah bisa mestabilkan nilai tukar, menjaga tingkat harga barang dan jasa, serta memberikan stimulus moneter.
- Dampak resesi ke pelaku usaha
Resesi bisa membuat perusahaan jatuh bangkrut karena tidak lagi beroleh pendapatan menyusul menurunanya daya beli masyarakat. Di samping itu, perusahaan berisiko untuk mengalami penurunan arus kas.
Pada gilirannya, perusahaan akan memangkas biaya operasional maupun menutup divisi bisnis yang tidak menguntungkan. Langkah itu dapat dibarengi dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).
- Dampak resesi ke pekerja
Para pekerja berisiko terkena PHK karena perusahannya memangkas biaya operasional, maupun menutup lini bisnis yang tidak menguntungkan.
Jika terjadi PHK massal, jumlah pengangguran pun meningkat.
Hal tersebut mendorong kesenjangan sosial yang makin tinggi dan kemungkinan memicu konflik sosial.