Survei: Harga Barang Naik, 83% Konsumen Cari Gaji Tambahan dan Utang
23% konsumen cari utang untuk cukupi kebutuhan & gaya hidup.
Jakarta, FORTUNE - Perusahaan consumer intelligence NielsenIQ merilis laporan Mid-Year Consumer Outlook: Guide to 2025. Laporan ini menyoroti kecenderungan konsumen di Indonesia untuk tetap berbelanja produk-produk dan layanan yang menjadi kebutuhan meski terdapat kenaikan harga.
Namun konsumen kini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang, lebih eksperimental, dan lebih selektif terhadap brand.
Laporan yang disusun berdasarkan Survei terhadap 10 ribu rumah tangga atau mewakili 72 persen rumah tangga di Indonesia itu menyebutkan, secara umum konsumen masih optimistis melihat kondisi perekonomian Indonesia dibandingkan konsumen di negara lain dan global.
Hal ini dikarenakan oleh outlook pertumbuhan perekonomian Indonesia yang diperkirakan stabil hingga 2025, menurut data BPS. Produk Domestik Bruto (PDB) RI diperkirakan tumbuh dari 5,1 persen pada 2024 menjadi 5,2 persen pada 2025. Pertumbuhan ekonomi ini didominasi oleh konsumsi rumah tangga (54,5 persen). Inflasi juga mengalami penurunan, namun tidak pada sektor makanan, minuman, rokok, perawatan pribadi, dan jasa lainnya.
Meski demikian, tingkat kepercayaan diri konsumen Indonesia ternyata tidak seoptimistis sebelumnya, yaitu setelah post-pandemic atau pada periode recovery.
Survei menunjukkan, konsumen yang tercatat masih menabung dan merasa secure secara finansial turun dari 26 persen pada pertengahan 2023 menjadi hanya 13 persen pada pertengahan 2024. Sementara konsumen sebenarnya tidak terdampak secara keuangan tapi lebih berhati-hati dalam pengeluaran, naik dari 34 persen pada 2023 menjadi 41 persen pada 2024.
Kenaikan harga pangan dan ancaman kemerosotan ekonomi, kenaikan biaya transportasi terus menjadi faktor utama yang membebani pikiran konsumen, sehingga mereka lebih berhati-hati dan lebih strategis dalam menggunakan uangnya.
Kekhawatiran ini telah memicu 83 persen konsumen secara aktif mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama mereka dan 23 persen mengatakan akan menambah Utang untuk mencukupi kebutuhan dan gaya hidup.
Terdesak oleh kebutuhan, konsumen Indonesia akan tetap membelanjakan uangnya untuk fast moving consumer goods (FMCG) meskipun terjadi kenaikan harga.
Meskipun begitu, NielsenIQ mencatat, konsumen bakal menjadi lebih eksperimental untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dan lebih baik dari produk-produk yang mereka beli. Selain itu, mereka juga lebih selektif terhadap pilihan brand.
“Pengeluaran mungkin akan terus berlanjut, namun bisa jadi ragu-ragu dalam membuat komitmen keuangan jangka panjang, juga konsumen mungkin akan mengalihkan perilaku belanja mereka ke barang-barang yang lebih penting, lebih menghemat pengeluaran mereka akan cenderung memilih produk-produk yang diskon,” kata FMCG Commercial Leader, NIQ Indonesia, Dena Firmayuansyah dalam konferensi pers di Hotel Shangri La, Jakarta, Kamis (18/10).
Perilaku belanja eksperimental dan selektif
Dengan perilaku konsumen yang lebih berhati-hati membelanjakan uangnya, survei juga menangkap sejumlah temuan. Untuk kebutuhan barang-barang teknologi, konsumen bersedia membayar lebih untuk kualitas yang tahan lama.
Sebanyak 71 persen bersedia membeli produk premium dengan harga Rp9-10jutaan, yang lebih tahan lama sebab mereka (71 persen) hanya akan mengganti perangkatnya 3 tahun sekali atau lebih.
Di sektor FMCG, konsumen lebih eksperimental dalam pembeliannya untuk mendapatkan pengalaman yang lebih baik. Untuk aktivitas memasak di rumah, hampir separuh konsumen mengatakan akan membeli lebih dari 5 kategori produk, sementara untuk snacking, 50,1 persen mengatakan akan membeli lebih dari 2 kategori produk, dan untuk kecantikan sebanyak 22,8 persen akan membeli lebih dari 3 kategori produk.
Sedangkan untuk menghemat pengeluaran belanja FMCG, konsumen menerapkan sejumlah strategi seperti berburu barang diskon dan memanfaatkan kanal e-commerce.
Sebanyak 46 persen konsumen mengatakan belanja online sangat membantu untuk mendapatkan penawaran yang lebih baik. Lalu, 46 persen mengatakan akan mengendalikan keranjang belanja mereka. Sementara 38 persen mengatakan akan beralih ke produk yang harganya lebih murah, dan 36 persen mengatakan akan membeli lebih banyak barang yang didiskon.
Konsumen akan memanfaatkan teknologi digital untuk mendapatkan penawaran harga yang lebih baik (33 persen). Meskipun pemanfaatannya masih rendah yang dilandasi kekhawatiran akan privasi data (45 persen) dan berharap ada manusia yang membantu (46 persen), teknologi canggih seperti AI mulai dianggap berperan dalam memberikan pengalaman pembelian yang lebih baik bagi konsumen.
Sebanyak 49 persen konsumen mengatakan akan menerima rekomendasi produk dari AI assistant mereka dan 51 persen mengatakan akan memanfaatkan AI untuk mempercepat pengambilan keputusan saat berbelanja.
Dengan perilaku konsumen saat ini, Analytic Leader, NIQ Indonesia, Bramantiyoko Sasmito mengatakan, pelaku industri perlu beradaptasi secara strategis terhadap perubahan dan lanskap yang makin kompetitif pada 2025.
"Mulai dari menyeimbangkan antara harga yang terjangkau dan value, memberikan diferensiasi produk untuk mempertahankan loyalitas, memanfaatkan teknologi untuk menjangkau konsumen dan menawarkan pengalaman belanja yang lebih dipersonalisasi melalui berbagai platform digital, termasuk menyediakan produk premium dan kenyamanan bagi konsumen yang bersedia membayar lebih,” katanya.