Utang Luar Negeri RI Turun Tipis jadi Rp6.090 triliun, Ini Penyebabnya
ULN Pemerintah naik 4,1%, sedangkan ULN swasta turun 5,9%.
Jakarta, FORTUNE - Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2023 tercatat sebesar US$396,4 miliar atau sekitar Rp6.090 triliun. Nilai ULN tersebut mengalami penurunan sebesar 0,9 persen secara year on year (yoy).
Bank Indonesia (BI) mencatat, kontraksi ini bersumber dari ULN sektor swasta yang terkontraksi 5,9 persen (yoy). "Perkembangan posisi ULN pada Juli 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global," jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (15/9).
ULN swasta turun 5,9%, ini penyebabnya
Lebih lanjut Erwin menjelaskan, posisi ULN swasta pada Juli 2023 tercatat sebesar US$193,9 miliar atau mengalami kontraksi 5,9 persen (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 5,8 persen (yoy).
Erwin menjelaskan, perkembangan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan ULN lembaga keuangan yang mencatat kontraksi pertumbuhan lebih dalam sebesar 10,5 persen (yoy) dibandingkan dengan 9,1 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor industri pengolahan; pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; jasa keuangan dan asuransi; serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 78,1 persen dari total ULN swasta.
Namun demikian, BI mencatat ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,6 persen terhadap total ULN swasta.
ULN Pemerintah naik 4,1%, ini penggunaannya
Sementara itu, posisi ULN pemerintah tercatat pada bulan Juli 2023, sebesar US$193,2 miliar atau secara tahunan tumbuh 4,1 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 2,8 persen (yoy).
"Perkembangan ULN tersebut antara lain dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri untuk mendukung pembiayaan program dan proyek," jelas Erwin.
Bamk sentral menilai, sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, ULN berperan penting untuk mendukung upaya Pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas sehingga mampu menopang dan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global.
Dukungan tersebut antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 24,0 persen dari total ULN pemerintah. Sedangkan untuk administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 18,1 persen dan jasa pendidikan sebesar 16,8 persen.
Sementara itu, untuk porsi sektor konstruksi sebesar 14,2 persen dan jasa keuangan dan asuransi sebesar 10,1 persen. Erwin menyebut, posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah.