Jakarta, FORTUNE - Indonesia menjadi negara dengan produk domestik bruto (PDB) tertinggi di ASEAN pada 2022, mengacu pada data dari Dana Moneter Internasional atau IMF dengan capaian US$1,32 triliun.
Angka itu melampaui PDB peringkat kedua,Thailand, yang mencapai US$536,16 miliar.
Di bawah Thailand ada Singapura dengan PDB sejumlah US$466,79 miliar, kemudian disusul oleh Malaysia yang menghasilkan PDB senilai US$407,92 miliar.
Vietnam menduduki peringkat kelima PDB tertinggi di Asia Tenggara dengan nilai US$406,45 miliar, yang diikuti oleh Filipina, Myanmar, Kamboja, Brunei Darussalam, dan Laos.
Secara lengkap, berikut adalah daftar PDB negara-negara Asia Tenggara pada 2022 berdasarkan laporan IMF:
- Indonesia (U$1,32 triliun).
- Thailand (US$536,16 miliar).
- Singapura (US$466,79 miliar).
- Malaysia (US$407,92 miliar).
- Vietnam (US$406,45 miliar).
- Filipina (US$404,26 miliar).
- Myanmar (US$56,76 miliar).
- Kamboja (US$28,54 miliar).
- Brunei Darussalam (US$16,64 miliar).
- Laos (US$15,53 miliar).
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023
Pada 2022, PDB Indonesia tumbuh 5,3 persen. Asian Development Bank pada April lalu memproyeksikan tingkat pertumbuhan PDB akan sedikit melandai menjadi 4,8 persen pada 2023, dan 5,0 persen pada 2024 menyusul pelemahan harga komoditas dan normalisasi permintaan domestik.
“Lonjakan komoditas ekspor mendorong pertumbuhan sampai 5,3 persen pada 2022, menggantikan permintaan dalam negeri yang lemah,” kata Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga, dalam keterangan pers.
Tekanan global pada tahun ini diperkirakan akan mendesak pertumbuhan ekspor, walaupun transaksi berjalan seharusnya tetap mendekati seimbang. Meski begitu, karena konsumsi rumah tangga mendominasi perekonomian Indonesia, maka normalisasi daya beli konsumen berkat penurunan inflasi akan menopang pertumbuhan.
“Investasi kemungkinan belum akan menguat karena dunia usaha masih melihat situasi,” katanya.
Selain ADB, Bank Dunia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 4,9 persen pada tahun ini, melalui laporan East Asia and the Pacific Economic Update pada April lalu. Tapi, angka itu agak lebih tinggi daripada perkiraan awal Bank Dunia, yakni 4,8 persen.