Kemiskinan Multidimensi Global Tinggi, Bagaimana dengan Indonesia?
1,3 miliar penduduk dunia alami kemiskinan multidimensi.
Jakarta, FORTUNE - Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin; penggalan lirik lagu Rhoma Irama itu tampak cocok dengan temuan Indeks Kemiskinan Multidimensi (MPI) Global dari UNDP (United Nations Development Programme), berkolaborasi dengan Oxford Poverty and Human Development Initiative. Salah satu temuan utamanya, yakni tetap tingginya kemiskinan multimensi secara global.
Laporan itu menganalisis tingkat dan komposisi kemiskinan di 109 negara berkembang dengan total 5,9 miliar penduduk dan menyajikan disagregasi etnis/kasta/ras untuk 41 negara. MPI global 2021 memetakan kemiskinan multidimensi (kesehatan, pendidikan, dan standar hidup) berdasar kelompok usia, wilayah, area permukiman penduduk (kota/desa), hingga penyebab mereka mengalami kemiskinan.
10 indikator digunakan untuk mengukur kemiskinan multidimensi dalam MPI global 2021: nutrisi, kematian anak, tahun menempuh sekolah, tingkat kehadiran sekolah, bahan bakar untuk memasak, kebersihan, air minum, listrik, perumahan, dan aset rumah tangga.
Hasilnya, 1,3 miliar (21,7 persen) penduduk dinyatakan mengalami kemiskinan multidimensi berdasar MPI global 2021. 644 juta di antaranya merupakan anak-anak berusia di bawah 18. Hampir 85 persen penderita kemiskinan multidimensi tinggal di Afrika Sub-Sahara (556 juta) atau Asia Selatan (532 juta). Sementara lebih dari 67 persen tinggal di negara berpenghasilan rendah.
“Pandemi telah mengikis kemajuan pembangunan di seluruh dunia dan kami masih bergulat untuk memahami dampak sepenuhnya,” jelas Administrator UNDP, Achim Steiner, dalam keterangan resmi yang dikutip Senin (11/10).
1. Indeks Kemiskinan Multidimensi Berdasar Kelompok Etnis Lebih Besar
Menurut analisis tersebut, MPI berdasar kelompok etnis lebih tinggi ketimbang pengkajian berbasis aspek lain seperti kesenjangan antarwilayah subnasional geografis. Artinya, kemiskinan multidimensi di antara kelompok etnis berbeda bisa begitu bervariasi.
“Misalnya, perbedaan persentase MPI antarkelompok etnis lebih tinggi 70 persen poin di Gabon dan Nigeria (Afrika),” tulis UNDP.
Hampir 128 juta orang termasuk sebagai kelompok etnis atau masyarakat adat yang 70 persen di antaranya miskin secara multidimensional. Lebih lanjut, disparitas kemiskinan multidimensi di antara kelompok etnis di banyak negara tetap tinggi pada 2021. Bahkan, lebih dari 90 persen populasi di 9 kelompok ras terjebak kemiskinan.
2. Ada Tanda Kemajuan
Meskipun angka kemiskinan multidimensi tetap tinggi, terdapat tanda-tanda kemajuan di beberapa negara—setidaknya sampai awal COVID-19. Dari 80 negara yang ditinjau, 70 MPI setidaknya berkurang selama satu periode. Perubahan tercepat terjadi di Sierra Leone (2013-2017), diikuti oleh Togo (2013/2014-2017).
Beberapa negara mencatatkan pengurangan absolut tercepat di area termiskin mereka, seperti daerah utara tengah Liberia (2013-2019/2020) dan provinsi-provinsi di Nepal (2016-2019).
3. Indonesia Alami Penurunan Kemiskinan
Berdasarkan indikator penilaian, 23 negara tercatat menuruni penurunan persentase orang miskin secara multidimensional. Indonesia termasuk di antara 23 negara itu bersama dengan Bangladesh, Negara Plurinasional Blovia, Kerajaan Swaziland, Etiopia, Gabon, Guinea, Honduras, India, Irak, Kenya, Laos, Lesotho, Malawi, Maroko, Mozambik, Nikaragua, Niger, Sao Tome dan Principe, Sierra Leone, Timor Leste, Togo, dan Zambia.
Namun, negara-negara itu juga tak memiliki penilaian dari indikator tertentu setidaknya selama satu periode. Contoh, indikator penilaian dari segi nutrisi tidak tersedia untuk Indonesia.