Indonesia Bidik Pangsa pasar Busana Muslim di Afrika
Perlu konsistensi untuk menembus pasar global.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Perdagangan Republik Indonesia Zulkifli Hasan menargetkan beberapa negara di benua Afrika sebagai pangsa pasar busana muslim Indonesia lantaran kualifikasi produk yang lebih mudah ditembus ketimbang di negara-negara Barat.
Tak hanya Afrika, Kemendag juga menargetkan pangsa pasar busana muslim dari negara di Asia Tengah, Asia Selatan, Eropa Timur dan Timur Tengah.
"Negara-negara yang tadi saya sebutkan itu, tentu uangnya ada dan tidak begitu cerewet," ujar Zukifli dalam jumpa pers Jakarta Muslim Fashion Week 2023 di Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, dikutip Jumat (14/10).
"Kalau ke Afrika kita bisa kirim sepatu US$10, bisa kirim kerudung yang harganya US$2, dan itu dibeli oleh orang-orang sana. Oleh karena itu, kita akan coba menembus pasar baru ini," katanya.
Untuk merebut pasar Asia Tengah, Asia Selatan, Eropa Timur dan Timur Tengah, menurutnya diperlukan konsistensi untuk selalu hadir dalam berbagai pameran di negara-negara tersebut. Indonesia harus terus menjalin hubungan agar industri fesyen muslim Indonesia bisa terus bergerak di luar negeri.
"Kalau ingin menembus pasar enggak bisa sekali datang, harus berkali-kali. Kita harus membangun hubungan langsung, kalau enggak dibangun enggak akan mudah. Kalau kita bisa bangun hubungan yang berkelanjutan kita bisa menguasai pasar," ujar Zulkifli.
Sebagai informasi, gelaran JMFW 2023 diagendakan berlangsung pada 20—22 Oktober 2022 di ICE BSD, Tangerang, Banten, bertepatan dengan pelaksanaan Trade Expo Indonesia (TEI) ke-37.
Potensi besar industri fesyen Indonesia
Industri fesyen Indonesia dinilai memiliki potensi yang besar di pasar internasional. Karya-karya dari desainer lokal pun dianggap mampu bersaing secara global. Mendag mengatakan, Kementerian Perdagangan akan terus mendorong industri fesyen muslim Indonesia agar bisa menjadi pusat mode dunia dalam beberapa tahun ke depan.
"Ini memang potensinya besar, kita punya orang yang punya talenta, desainer-desainer hebat. Saya percaya diri bahwa kita memang bisa, dan kita bisa tembus pasar internasional itu," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Nasional Indonesian Fashion Chamber (IFC) Ali Charisma menyampaikan, konsistensi upaya diperlukan dalam arti ada ataupun tidak ada sponsor, sebuah brand diharapkan dapat menembus pasar global.
"Konsisten itu maksudnya baik ada sponsor, enggak ada sponsor perusahaannya (jenama fesyen) bisa berangkat (ke luar negeri) dan ada kebutuhan di tempat itu karena bisnisnya ada di situ," ujarnya.
Ali mengatakan setiap desainer ataupun jenama lokal harus ikut serta dalam pameran atau peragaan berskala internasional jika ingin produknya dilirik. Meskipun demikian, upaya ini tak bisa dilakukan sekali saja atau hanya sekadar tes pasar.
Untuk membangun kepedulian dan ketertarikan, diperlukan usaha terus-terus pada ajang serupa. "Banyak memang sekarang yang pergi ke Paris, Milan, New York, tapi mereka ikut sekali dan tidak ada kelanjutannya, karena tidak seperti brand luar negeri kalau sudah ke Paris, mereka ikut lagi," kata Ali.
"Berarti mereka ada bisnis di sana, tapi kalau datang cuma nyobain sekali, habis itu enggak ada lagi. Itu berarti mereka tidak konsisten dan belum bisa diterima di pasar global. Berarti mereka baru riset atau coba-coba," ujarnya.
Aspek mengetahui tren desain global juga dinilai penting. Menurut Ali, desainer dan jenama lokal harus bisa memikirkan busana muslim apa yang disukai oleh warga dunia. Hal ini bisa dimulai dari menguasai pasar Indonesia terlebih dahulu. Setelah konsumen Indonesia beralih menggunakan produk lokal, target pasar luar negeri akan lebih mudah dikejar.
"Target pasarnya itu dulu yang harus kita kuasai. Bagaimana orang dalam negeri yang biasa beli produk luar, bisa beralih. Kalau ini enggak berhasil gimana mau meyakinkan orang luar untuk beli produk kita," ujar Ali.