Industri Kemasan Produk Berperan Mendukung Ekosistem Halal
Pelaku industri masih mengalami berbagai kendala di lapangan
Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Doddy Rahadi menyampaikan, bahwa industri kemasan produk berperan dalam mendukung ekosistem halal di Indonesia.
Makanan dan minuman yang telah terjamin kehalalannya pun harus dikemas di dalam kemasan yang sudah terjamin kehalalannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.Hal ini guna menyambut peluang pasar halal yang telah menjadi tren global saat ini.
“Kemenperin bertekad untuk membangun ekosistem halal yang terintegrasi,” kata Doddy melalui keterangan resmi, dikutip Jumat (7/1).
Kemasan produk jadi faktor penentu merebut pasar halal
Peningkatan pada permintaan produk makanan dan minuman halal merupakan peluang besar bagi sektor industri halal. Hal ini juga dapat memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional.
Dalam laporan The State of Global Islamic Economic Report pada tahun 2020–2021, umat muslim dunia membelanjakan lebih dari 2,02 triliun dolar AS atau setara Rp 29 ribu triliun untuk bidang kebutuhan makanan, farmasi, kosmetik, fesyen, pariwisata, dan sektor syariah lainnya. Jumlah tersebut meningkat 3,2 persen dibandingkan tahun 2018.
Oleh sebab itu, Kehadiran Unit Pelaksana Teknis (UPT) pelayanan standardisasi dan jasa industri di bidang jaminan produk halal harus mampu memfasilitasi pembinaan serta pengawasan industri halal.
Dia melanjutkan, fasilitas sertifikasi halal, menjadi sangat penting bagi pelaku industri dalam meningkatkan daya saing, khususnya dalam pengembangan produk halal dalam ekosistem halal nasional. Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) selaku unit kerja di bawah BSKJI, memiliki peran strategis dalam menumbuhkan ekosistem halal nasional.
Bahan baku kemasan makanan dan minuman perlu diperhatikan
Kemasan kaleng berbahan baku baja lapis timah elektrolisa atau tinplate merupakan salah satu kemasan yang dipakai mayoritas oleh industri makanan dan minuman dalam negeri. Indonesia memiliki PT Latinusa yang merupakan satu-satunya produsen bahan baku kemasan kaleng tinplate nasional.
Direktur Komersial PT Latinusa, Yulia Heryati menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk turut menyukseskan program halal yang digaungkan oleh pemerintah. Pada tahun 2015, PT Latinusa telah berhasil mendapatkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI untuk tinplate yang diproduksi.
Pada tahun 2021, sesuai dengan perubahan pengelolaan sertifikasi jaminan produk halal yang sebelumnya berada di MUI menjadi ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), PT Latinusa juga telah kembali menyesuaikan.
Menurut Yulia, saat ini masih sangat sedikit perusahaan tinplate yang memiliki sertifikat halal. “Sehingga harus menjadi kewajiban oleh industri makanan dan minuman menggunakan kemasan dengan bahan baku yang terjamin kehalalannya,” katanya.
Industri pengemasan menghadapi berbagai kendala
Sebagai informasi, dalam database direktori perusahaan industri Kementerian Perindustrian, dikutip Jumat (7/1), terdaftar 69 perusahaan di industri kemasan (packaging).
Berkaca pada tahun 2021, Indonesia Packaging Federation (IPF) pada awal tahun masih optimistis akan mencapai pertumbuhan produksi 4-5 persen menjadi sekitar Rp108,5 triliun dibandingkan 2019 yang sebesar Rp104,4 triliun.
Direktur Executive IPF Henky Wibawa mengatakan, saat ini kondisi industri kemasan hari ini sangat tidak menentu. Henky memerinci pada kuartal I/2021 permintaan pasar menurun tetapi kuartal II/2021 naik didorong oleh periode Lebaran.
Sayangnya, federasi melihat memasuki kuartal III/2021 permintaan kembali melandai kembali. "Jadi kami sangat perlu untuk koreksi target growth tahun ini, kalau tetap optimis hanya akan tercapai sekitar 2-3 persen. Faktor penunjang untuk optimistis ini karena masih ada semangat investasi baru pada produsen," katanya.
Menurut Henky investasi yang sudah direalisasikan memang masih di bawah Rp300 miliar saat ini. Namun, jika tidak ada gelombang Covid-19 selanjutnya kemungkinan investasi baru dengan nilai lebih besar juga akan terealisasi. Sementara itu, sejalan dengan penurunan permintaan pasar industri Henky juga mencatat tingkat utilisasi industri kemasan yang harus turun sekitar 50-60 persen dari 2019 yang masih di level 70-80 persen.
Henky juga menyampaikan, saat ini industri juga mengalami kendala bahan baku impor seperti biji plastik dan special additives. Kondisi itu dipengaruhi berbagai faktor, utamanya karena masalah kapal dan kontainer yang berimbas produksi kemasan tersendat.
Di sisi lain, sejumlah produsen pun mulai mengalihkan fokus target utama pasar yang disasar, yakni sektor industri kecil karena tren gaya hidup dan pasar ritel yang berubah ke arah online dan minimarket.