Jakarta, FORTUNE - Perusahaan induk TikTok, ByteDance, baru-baru ini memecat seorang intern yang diduga "secara sengaja mengganggu" sistem Kecerdasan Buatan (AI) perusahaan. Akibat tindakan tersebut perusahaan merugi US$10 juta.
Insiden ini menjadi perhatian karena karyawan di level junior dapat berperan dalam masalah serius di perusahaan teknologi besar. ByteDance mengonfirmasi pada Sabtu (19/10) bahwa intern tersebut telah dipecat karena dituduh "secara sengaja mengganggu" tugas pelatihan model AI perusahaan. Demikian melansir Fortune.com (23/10).
Perusahaan teknologi asal Cina dengan valuasi sekitar US$220 miliar ini tengah berupaya mengembangkan produk AI generatifnya yang bernama Doubao untuk bersaing dengan pesaing domestik seperti Baidu Inc. dan AI populer internasional seperti ChatGPT dari OpenAI. Persaingan semakin ketat dengan munculnya model open-source dari Nvidia.
Pemecatan ini menyusul beredarnya laporan di media sosial Cina yang menggambarkan bagaimana intern tersebut menyuntikkan kode dan mengubah parameter pada sejumlah komputer GPU komersial, yang pada dasarnya menanamkan virus ke dalam sistem pelatihan AI ByteDance. Beberapa postingan juga menuduh bahwa intern tersebut mengikuti pertemuan tentang dampak virus tersebut sambil berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Menurut laporan yang diterjemahkan dari platform berita ByteDance, Toutiao, perusahaan memecat intern tersebut pada bulan Agustus. Intern tersebut merupakan bagian dari tim teknologi komersial dan tidak memiliki pengalaman di laboratorium AI ByteDance. Perusahaan juga telah menghubungi universitas tempat intern itu belajar untuk menangani tindakan disipliner.
Namun, ByteDance membantah beberapa klaim terkait insiden ini, termasuk kerugian yang disebut mencapai puluhan juta dolar dan keterlibatan 8.000 kartu GPU, yang dinilai "sangat dilebih-lebihkan." Perusahaan juga menegaskan bahwa tindakan intern tersebut tidak berdampak pada bisnis daring, proyek komersial, atau model AI besar ByteDance. Meskipun demikian, ByteDance tidak memberikan komentar terkait hal ini.
Persaingan Chatbot AI
ByteDance mungkin menguasai dunia video streaming melalui TikTok, tetapi perusahaan ini masih tertinggal dalam perlombaan kecerdasan buatan (AI) dibandingkan pesaing besar lainnya.
Pada awal tahun ini, CEO ByteDance, Liang Rubo, mengakui bahwa perusahaan terlambat dalam mengembangkan AI generatif dan tertinggal di belakang ChatGPT dan Baidu. "Kami tidak cukup peka terhadap perubahan eksternal," ujar Liang dalam sebuah pertemuan perusahaan, seperti dikutip dari akun resmi WeChat ByteDance.
Sebagai upaya mengejar ketertinggalan, ByteDance diam-diam merilis chatbot Doubao pada tahun lalu, yang kabarnya menggunakan teknologi dari ChatGPT. Meski dianggap langkah putus asa oleh beberapa sumber, seorang juru bicara ByteDance menegaskan bahwa perusahaan memiliki lisensi untuk menggunakan API ChatGPT dan hanya memanfaatkannya pada tahap awal pengembangan Doubao untuk anotasi sebelum akhirnya dihapus.
Pada bulan Mei, ByteDance berhasil menggantikan Baidu sebagai chatbot AI paling populer di Tiongkok. Berdasarkan laporan dari Unique Capital pada Agustus, tingkat unduhan Doubao—serta aplikasi pengeditan video ByteDance, CapCut—melebihi ChatGPT pada bulan Juli.
Langkah berikutnya dalam strategi AI ByteDance adalah peluncuran earbud AI bernama Ola Friend, yang diperkenalkan pekan lalu sebagai asisten audio yang memungkinkan akses ke Doubao tanpa perlu terhubung ke ponsel. Produk ini, yang hanya tersedia di Tiongkok, dibanderol dengan harga US$170.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa ByteDance terus berinovasi dalam teknologi AI, meski sempat menghadapi hambatan internal seperti insiden pemecatan intern ini.