Penanganan Kelainan Aorta Tanpa Bedah, Harapan bagi Pasien
Kelainan aorta sering kali tanpa gejala, kenali pemicunya.
Jakarta. FORTUNE - Sebagai pembuluh darah utama dan terbesar dari sistem peredaran darah, aorta memiliki fungsi sangat penting dalam mengalirkan darah kaya oksigen dari jantung ke seluruh tubuh melalui cabang-cabangnya . Karena perannya yang vital ini, adanya gangguan pada aorta dapat meluluhlantakkan tubuh hingga mengakibatkan kematian.
Salah satu penyakit pada pembuluh darah yang perlu diwaspadai adalah aneurisma aorta, yakni pelebaran abnormal pada dinding aorta. Risiko penyakit ini bisa terjadi karena pembesaran aorta bisa pecah sewaktu-waktu. Hal tersebut mampu menyebabkan terjadinya pendarahan masif dan syok.
Sayangnya, pembesaran aorta ini dapat terjadi tanpa gejala sama sekali. Konsultan Intervensi Kardiovaskular di Heartology Hospital, dr Suko Adiarto Sp.JP(K), PhD mengatakan pembesaran aorta paling sering terjadi di bagian perut, dan dada.
"Saat dinding tebal dalam aorta tak lagi mampu mempertahankan bentuk aorta, maka aorta lama kelamaan akan melemah dan tak dapat menahan tekanan darah di dalam. Akibatnya, dinding aorta bisa pecah hingga menyebabkan perdarahan yang berujung pada pada kondisi kritis hingga kematian,” kata dr. Suko saat ditemui di Heartology Hospital, Kamis (2/5).
Kenali faktor risiko
Kondisi aneurisma ini umumnya berkembang secara lambat dan bisa terjadi selama bertahun tahun. dr. Suko mengatakan ada berbagai faktor risiko penyakit aorta yang tak bisa dihindari.
"Ada faktor usia, kelainan genetik seperti sindrom mafran, bisa juga karena gaya hidup buruk. Salah satu gaya hidup yang menyebabkan penyakit aorta adalah gaya hidup dengan kerja fisik yang berat, misalnya angkat berat yang menyebabkan tekanan pada aorta," katanya.
Lebih lanjut dijelaskan, di Indonesia risiko penyakit aorta didominasi oleh pria berusia 0-59 tahun (60,9 persen), pria di atas 59 tahun (39,1 persen), hipertensi (88,8 persen), merokok (50,7 persen), diabetes (11,9 persen), dan faktor lainnya. Ia juga mengatakan, berbagai gejala yang perlu diwaspadai saat penyakit muncul, antara lain nyeri dada, nyeri punggung dan sesak napas.
Lalu, apa yang bisa dilakukan? Hal yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan rutin melalui ultrasonografi dan pemberian obat-obatan untuk mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung. Namun saat ukuran aneurisma tergolong besar dan tidak ditangani, beberapa komplikasi bisa saja muncul seperti diseksi aorta, yaitu robeknya lapisan dinding pembuluh darah aorta.
Teknologi medis untuk penanganan
Guna mengembalikan fungsi aorta agar dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh secara normal dan menurunkan risiko pecahnya pembuluh darah aorta ada prosedur medis minimal invasif yang mampu menempatkan alat melalui lubang kecil di pangkal paha yang dikenal sebagai TEVAR (Thoracic Endovascular Aortic Repair) yang dilakukan pada rongga dada dan EVAR (Endovascular Aneurysm Repair) yang dilakukan perut.
Metode EVAR dan TEVAR sering dilakukan sebagai tindakan minim sayatan (minimal invasive) sehingga pasien tidak memerlukan tindakan bedah (open heart), melainkan dilakukan secara intervensi cukup dengan memasang stent graft ke dalam pembuluh darah aorta.
Dr. Suko menjelaskan, “Penggunaan teknologi medis terbaru sangat penting untuk memberikan pengobatan maksimal yang minimal invasive untuk segala penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk tindakan EVAR dan TEVAR."
Perangkat ini terbuat dari jaring logam berlapis yang akan terbuka penuh di bawah sinar-X. Nantinya, alat tersebut mampu menguatkan aorta agar tetap terbuka dan memperbaiki dinding pembuluh darah yang membentuk kantung aneurisma.
Kedua prosedur ini memiliki keuntungan dibandingkan dengan tindakan open heart, seperti waktu pemulihan yang lebih cepat, risiko komplikasi yang lebih rendah, dan prosedur yang lebih sedikit invasif.
Ada pula penanganan melalui operasi hybrid, yakni kombinasi operasi terbuka dan intervensi aorta yang dilakukan secara bersamaan. Manfaat operasi hybrid bagi pasien di antaranya tindakan diagnostik, intervensi dan pembedahan pada saat yang sama. Kemudian keamanan dan hasil klinis lebih baik. Selain itu, pemulihan lebih cepat dan efektivitas biaya
Meski salah satu faktor pencetusnya adalah faktor genetik, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko penyakit ini muncul, seperti rutin berolahraga, menjaga tekanan darah tetap normal, konsumsi makanan sehat rendah lemak dan kolesterol, hentikan kebiasaan merokok, dan juga menjaga berat badan agar tetap ideal.