GSMA: Adopsi 5G Akan Dipercepat, Tapi Kesenjangan Digital Masih Ada
Indonesia akan menjadi pasar utama ponsel pintar.
Jakarta, FORTUNE – Global System for Mobile Communications (GSMA) memprediksi adopsi teknologi jaringan 5G akan dipercepat di kawasan Asia Pasifik. Meski demikian, lembaga yang mewadahi operator telekomunikasi di seluruh dunia ini menyoroti soal kesenjangan digital.
Dalam laporan bertajuk The Mobile Economy Asia Pacific 2022, GSMA memperkirakan akan ada lebih dari 400 juta koneksi jaringan 5G pada 2025. Menurut lembaga ini, angka tersebut setara dengan lebih dari 14 persen dari total koneksi seluler di kawasan tersebut, yang hingga kini masih memiliki jaringan 4G dengan kontribusi 69 persen.
GSMA memprediksi Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura akan menjadi negara tercepat dalam adopsi 5G. Di Australia, misalnya, tingkat penetrasi 5G akan mencapai 59 persen, sedangkan Jepang 68 persen, Singapura 55 persen, dan Korea Selatan 73 persen.
“Adopsi 5G akan dipercepat di seluruh kawasan Asia Pasifik seiring dengan perkembangan jejak teknologi,” kata Kepala GSMA Asia Pasifik, Julian Gorman, dalam keterangan kepada media, dikutip Jumat (8/7). Menurutnya, saat ini 5G telah tersedia secara komersial di 14 pasar seperti India dan Vietnam, yang akan dirilis dalam beberapa bulan mendatang.
Laporan itu juga menunjukkan bahwa Indonesia diprediksi akan mencapai tingkat penetrasi 5G mencapai 13 persen dari total koneksi seluler pada 2025. Sisa 83 persennya masih berasal dari jaringan 4G.
Di luar itu, laporan yang sama memberikan penekanan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu pasar utama ponsel pintar. Pada 2025 nanti, diperkirakan 334 juta orang akan mengadopsi smartphone. Sebagai perbandingan, pengguna ponsel pintar di India pada tiga tahun mendatang akan mencapai 1 miliar orang dan Jepang 169 juta orang.
Kesenjangan digital
Jaringan pita lebar (broadband) seluler saat ini telah mencapai sekitar 96 persen dari populasi di kawasan Asia Pasifik. Kondisi tersebut dianggap sebagai bukti investasi operator telekomunikasi dalam infrastruktur jaringan, baik 3G, 4G, maupun 5G, yang semakin meningkat.
Namun, GSMA menyatakan hanya 44 persen dari penduduk Asia Pasifik yang menggunakan layanan internet seluler. Jumlah tersebut setara dengan 1,23 miliar pengguna. Dalam pandangan GSMA, penyebab kesenjangan tersebut adalah masalah keterampilan digital, keterjangkauan, dan ihwal keamanan siber atau online.
“Mengatasi kesenjangan penggunaan dan memperluas manfaat internet ke lebih banyak orang di masyarakat sangat penting,” kata Gorman. Menurutnya, dibutuhkan banyak upaya bersama, dari pemangku kepentingan, operator seluler, dan pelaku lain, untuk mendorong adopsi internet secara merata.
Terlepas dari itu, industri teknologi dan layanan seluler diklaim telah memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian Asia Pasifik. Sektor ini menyumbang sekitar 5 persen dari produk domestik bruto (PDB) kawasan tersebut. Angka itu setara dengan nilai ekonomi sekitar US$770 miliar atau lebih dari Rp11.524 triliun.
Menurut GSMA, industri tersebut juga telah mendukung penciptaan 8,8 juta lapangan kerja tahun lalu. Sektor ini telah memberikan sumbangan yang cukup ke pendanaan sektor publik, dengan jumlah pajak yang disetor mencapai US$80 miliar atau lebih dari Rp1.197 triliun.
Sebelumnya, Ericcson memprediksi pengguna 5G secara global akan mencapai 1 miliar tahun ini. Dalam Ericsson Mobility Report June 2022, seperempat populasi dunia memiliki akses ke jaringan 5G.
Perusahaan telekomunikasi asal Swedia itu secara umum memperkirakan 60 persen lalu lintas data jaringan global pada 2027 akan terjadi melalui jaringan 5G. Jumlah pelanggan 5G lima tahun mendatang diperkirakan mencapai 5 miliar.
Pemerintah Indonesia, Jumat (10/6), menyatakan bakal meluncurkan pita frekuensi rendah 700MHz untuk layanan 5G pada akhir 2022 atau awal 2023 sebagai tindak lanjut atas peluncuran layanan komersial 5G pada 2021.
Pemerintah juga sedang melakukan proses reframing dan reassignment 5G pada pita frekuensi sedang (3,5GHz), yang rencananya akan mengudara pada 2023. Sementara itu, putusan pemakaian pita frekuensi 5GHz dan 4,9GHz untuk IMT 5G akan diambil usai gelaran WRC-23. Nantinya, infrastruktur telekomunikasi tersebut akan memainkan peran penting dalam ekosistem ekonomi digital di Indonesia.