Mengenal Perbedaan Centralized & Decentralized Exchange dalam Kripto
CEX bisa memfasilitasi transaksi fiat dengan kripto.
Jakarta, FORTUNE – Siapa pun yang ingin melakukan investasi atau jual-beli aset kripto bisa melalui platform centralized exchange (CEX) maupun decentralized exchange (DEX).
Sesuai namanya, CEX merupakan platform pertukaran aset kripto terpusat. Maksudnya, CEX merujuk kepada bursa aset kripto terpusat berbentuk perusahaan dengan memiliki struktur organisasi serta alamat kantor fisik. Seperti halnya platform keuangan terpusat lainnya, CEX mesti memiliki lisensi serta mematuhi aturan hukum yang berlaku di negara tempatnya beroperasi, sebagaimana dilansir dari situs web Coinvestasi.
Frasa centralized mengacu kepada ada organisasi terpusat yang bertindak sebagai pihak ketiga untuk menyimpan aset pengguna, mengatur skema pertukaran maupun jual beli aset, dan memberlakukan biaya pertukaran, demikian laman cryptoindonesia.id.
Investor mungkin telah mengenal sejumlah platform CEX di tingkat global, seperti Binance, Coinbase Exchange, Kraken, Kucoin, dan lain-lain. Di Indonesia, contoh beberapa CEX adalah Indodax, Tokocrypto, Pintu, dan Luno Indonesia.
Sementara, decentralized exchange merupakan evolusi dari CEX yang memanfaatkan teknologi blockchain. Sesuai istilahnya, DEX bekerja dengan cara terdesentralisasi atau tidak memiliki otoritas terpusat.
DEX merujuk kepada bursa peer-to-peer (P2P) yang menghubungkan pembeli dan penjual aset kripto. Platform terdesentralisasi bersifat non-custodial, yang berarti pengguna tetap mengendalikan private key mereka saat bertransaksi melalui platform. Dalam praktiknya, DEX menggunakan kontrak pintar yang memungkinkan pencatatan transaksi aset kripto tanpa otoritas terpusat. Sejumlah contoh platform DEX adalah Uniswap, Sushiswap, dan Pancakeswap.
Perbedaan CEX dan DEX
Jika menengok penjelasan tadi, perbedaan antara CEX dan DEX yang kentara terlihat dari pendekatan masing-masing. Pada CEX, proses jual-beli aset digital diatur oleh perusahaan terpusat. Sedangkan pada DEX, transaksi aset kripto dilakukan tanpa melalui perantara pihak ketiga.
Menurut situs web Zipmex, CEX melibatkan perusahaan organisasi pusat yang bertindak sebagai orang ketiga untuk menyimpan aset, mengatur pertukaran, dan mengenakan biaya pertukaran.
Sebaliknya, DEX mengandalkan smart contract memfasilitasi trading aset kripto. Penggunaan kontrak pintar itu membuat transaksi di DEX lebih instan. Selain itu, biaya transaksi di DEX pun bisa lebih murah ketimbang pada CEX.
Dalam praktiknya, DEX menggunakan mekanisme kerja non-custodial. Itu berarti investor mesti mempertahankan kepemilikan aset kriptonya serta bertanggung jawab mengelola dompet dan private key miliknya. Namun, private key itu berisiko untuk hilang atau tidak dapat diakses.
Di sisi lain, ketiadaan perantara berarti bahwa sebagian besar DEX berisiko. Pasalnya, pengguna platform ini tidak wajib mengikuti standar peraturan Know-Your-Customer (KYC) dan Anti-Money-Laundering (AML).
Berikut sejumlah kelebihan dan kekurangan platform DEX maupun CEX sebagaimana dilansir dari laman cryptoindonesia.id.
Kelebihan CEX
- Volume perdagangan lebih tinggi ketimbang DEX
- Likuiditas tinggi
- Perdagangan fiat dengan aset kripto
- Fungsionalitas tinggi
Kekurangan CEX
- Risiko tinggi terhadap peretasan
- Di bawah peraturan pemerintah (bursa bisa ditutup jika terjadi masalah)
- Diatur secara terpusat
- Risiko penipuan (scam) dari pihak ketiga
Kelebihan DEX
- Keamanan tinggi dari peretasan (node terdistribusi)
- Tidak dapat ditutup oleh pemerintah (sifat desentralisasi)
- Tidak ada perusahaan maupun organisasi pusat
- Minim risiko penipuan dari pihak ketiga mana pun
Kekurangan DEX
- Volume perdagangan lebih rendah ketimbang CEX
- Likuiditas sedikit
- Terbatas pada perdagangan kripto ke kripto
- Fungsionalitas terbatas