Shopee Tutup Bisnisnya di India, Padahal Baru Beroperasi Sebentar
Shopee mengutip perkara ketidakpastian pasar global.
Jakarta, FORTUNE – Shopee secara resmi telah menyetop bisnisnya di India. Padahal, raksasa e-commerce asal Singapura itu baru saja beroperasi beberapa bulan di negara tersebut.
“Mengingat ketidakpastian pasar global, kami telah memutuskan untuk menutup inisiatif Shopee India tahap awal kami. Selama masa transisi ini, kami akan fokus untuk mendukung komunitas penjual dan pembeli lokal serta tim lokal kami untuk membuat prosesnya semulus mungkin,” begitu pernyataan resmi juru bicara Shopee kepada TechCrunch, Senin (28/3).
Shopee mulai memberikan layanan di India pada Oktober tahun lalu. Keputusan tutup berlaku efektif mulai Selasa (29/3). Perseroan masih akan memproses seluruh pesanan sebelum tanggal dimaksud. Setelahnya, mereka bakal menyediakan layanan purna jual (after sales).
Pada awal Maret ini, Shopee juga telah mundur dari pasar Prancis.
Sementara itu, Sea Limited, induk asaha Shopee dan Garena, harus menghadapi larangan pemblokiran gim Free Fire yang tiba-tiba diberlakukan oleh pemerintah India pada Februari.
Setelah pemblokiran tersebut, nilai kapitalisasi pasar Sea Limited yang terdaftar di New York turun US$16 miliar dalam sehari, menurut Reuters. Saat ini, kapitalisasi pasarnya mencapai US$64,76 miliar. Sebagai perbandingan, pada Oktober 2021, market cap perseroan sempat mencapai US$200 miliar.
Kinerja e-commerce Shopee
Shopee sempat menuai kecaman dari para peritel lokal di India ketika merilis layanannya, menurut TechCrunch. Konfederasi Pedagang Seluruh India telah memperingatkan pemerintah bahwa kedatangan pemain asing, apalagi jika diduga terdapat praktik perdagangan yang tidak adil, akan merusak ekosistem lokal.
Pemerintah India juga berupaya untuk melindungi para peritel lokal dengan memberlakukan peraturan yang ketat bagi pemain e-commerce.
Di sisi lain, pasar e-commerce India memang tumbuh cepat dan telah didominasi oleh pemain seperti Amazon.com Inc dan Flipkart Walmart.
Shopee sendiri memang telah memperluas layanannya ke sejumlah pasar seperti Brasil, Polandia, Meksiko, Kolombia, dan Chili dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya, Sea Limited menyatakan pertumbuhan pendapatan bisnis e-commerce tahun ini hanya 76 persen, atau menurun ketimbang kenaikan 157 persen pada 2021. Kondisi tersebut diperkirakan akibat menurunnya pembelian secara daring seiring pelonggaran pembatasan di banyak negara.
"Karena pergeseran drastis dalam sentimen pasar terhadap saham yang sedang tumbuh, semua perusahaan e-commerce ini berada di bawah tekanan nyata untuk setidaknya mencapai titik impas sesegera mungkin," kata analis ekuitas LightStream Research, Oshadhi Kumarasiri, seperti dikutip dari Reuters.
Tahun lalu, Sea Limited membukukan rugi bersih hingga US$2,04 miliar, membengkak 25,8 persen dari US1,62 miliar pada tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, kerugian perusahaan tersebut pada 2019 mencapai US$1,46 miliar.