Jakarta, FORTUNE - Digitalisasi bak pedang bermata dua. Di satu sisi, ia digaungkan sebagai jurus bertahan pengusaha selama wabah COVID-19, baik di level makro maupun mikro—termasuk bagi para penggelut Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Namun, digitalisasi juga membawa tantangan bagi yang menekuninya.
Ketika UMKM memasuki dunia penjualan daring lewat digitalisasi dengan teknologi, kompetitor mereka meluas akibat penjualan lintas batas (cross border). Yang awalnya hanya bersaing dengan tetangga, kini harus berkompetisi dengan pedagang dari berbagai negara.
“UMKM yang berusaha bertahan (dengan digitalisasi) itu juga harus bisa bertahan melawan pabrik atau pedagang dari luar negeri. Sebagai karya anak bangsa, kami harus hadir di sini,” ujar Pendiri dan CEO Tokopedia, William Tanuwijaya dalam konferensi virtual GoTo, Kamis (30/9), disiarkan langsung dari Solo, Jawa Tengah.
Sebagai informasi, kini GoTo menaungi 12 juta mitra UMKM, terdiri atas mitra di Tokopedia dan Gofood. Yang menarik, 4 juta di antaranya baru melakukan digitalisasi di ekosistem GoTo ketika pandemi.
William berkata, “80 persen dari UMKM (yang bergabung dengan platform) merupakan pengusaha baru. Mungkin sebelumnya terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan berusaha bertahan.”
1. Tingkatkan Daya Saing
Meski begitu, ada kesenjangan antara jumlah UMKM di kota besar dan daerah. Untuk itu, GoTo menerapkan strategi hiperlokal—menghubungkan pengusaha di suatu daerah dengan permintaan para konsumen. Dengan produk, fitur, dan inovasi, GoTo mencoba menjawab masalah modal, pemasaran, dan logistik yang dialami oleh jutaan mitra UMKM-nya.
Pada akhirnya, GoTo bertujuan memperluas jangkauan bisnis para UMKM hingga ke level nasional. “Tapi memang belum sempurna, selalu ada inovasi dan perkembangan, itu sesuatu yang sedang kami dorong terus,” kata CEO GoTo Group, Andre Soelistyo.
2. UMKM Perlu Dilindungi
Digitalisasi bak keniscayaan bagi UMKM, begitu menurut Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming yang turut hadir dalam kesempatan sama. Namun, walau sudah melakukan digitalisasi, UMKM tetap harus dilindungi supaya tetap bisa bertahan.
“Saya juga titip sedikit saja untuk Andre dan William, di Tokopedia misalnya, UMKM kita benar-benar harus dilindungi,” katanya, lalu melanjutkan, “iya jangan sampai misalnya ada sajadah, hijab, baju muslim, atau batik yang dari Tiongkok.”
Dia juga menyarankan agar biaya sewa platform—seperti Gofood, katanya—jangan terlalu tinggi sehingga UMKM tidak merasa terbebani ketika memasuki ruang digital.
3. Manfaatkan Peluang Lewat UMKM
Berdasar riset Automation and the Future of Work in Indonesia dari McKinsey & Company (2019), hingga 2030 akan ada 23 juta pekerjaan yang hilang akibat digitalisasi. Di saat yang sama, akan lahir 27 hingga 46 juta pekerjaan baru—10 juta di antaranya bahkan belum pernah eksis sepanjang sejarah.
“Salah satu (peluangnya) dari UMKM ini. Inovasinya, penggunanya, dipaksa melakukan terobosan, dan dari sisi pemerintah harus melakukan regulasi terakselerasi sehingga terjadi disrupsi sampai dua tahun ke depan,” kata Komisaris GoTo, Wishnutama.
Jika dapat memaksimalkan peluang tersebut, maka Indonesia tak akan hanya menjadi pasar untuk negara lain, tapi dapat berperan sebagai tuan di rumahnya sendiri, kata pria yang akrab dipanggil Tama itu.