Jakarta, FORTUNE - Para ekonom memperkirakan ekspor Cina tahun ini akan mencapai rekor tertinggi, didorong oleh lonjakan pesanan lebih awal dari pelanggan global. Langkah ini diambil demi mengantisipasi kemungkinan kebijakan tarif tinggi yang akan diberlakukan oleh presiden terpilih, Donald Trump, saat menjabat pada Januari 2025.
Menurut laporan Fortune pada Senin (25/11), analis yang disurvei Bloomberg pada 15-21 November memprediksi pertumbuhan ekspor Cina akan meningkat hingga 7 persen pada kuartal terakhir tahun ini dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu.
Peningkatan ini lebih tinggi dari pertumbuhan 5 persen yang tercatat pada Oktober lalu menjelang Pemilu AS, dan diproyeksikan membawa total ekspor Cina tahun ini mencapai US$3,548 triliun alias melampaui rekor sebelumnya pada 2022.
“Dalam beberapa bulan ke depan, ekspor Cina kemungkinan akan terdorong oleh aksi pembelian besar-besaran dari perusahaan asing,” kata ekonom dari Maybank Investment Banking Group, Erica Tay.
Performa ekspor yang kuat ini membawa Cina mendekati surplus perdagangan yang bisa mencapai hampir US$1 triliun pada 2024, berkat percepatan pertumbuhan yang dimulai sejak kuartal ini, tercepat sejak Juli 2022. Pemerintah Cina juga terus menggenjot ekspor untuk mengimbangi lemahnya konsumsi domestik, meskipun stimulus ekonomi telah digelontorkan dalam beberapa pekan terakhir.
Selama masa kampanye, Trump mengancam akan menaikkan tarif impor barang Cina hingga 60 persen. Prediksi dari Bloomberg Economics menyebutkan bahwa kebijakan ini bisa berdampak buruk pada hubungan perdagangan dua ekonomi terbesar dunia.
Sebelumnya, tarif hingga 25 persen atas barang Cina senilai lebih dari US$300 miliar telah diberlakukan selama kepemimpinan Trump, yang kemudian memicu aksi balasan dari Beijing. Presiden Joe Biden sebagian besarnya mempertahankan kebijakan tersebut.
Bakal terjadi eskalasi perang dagang Cina dan AS
Ancaman Perang Dagang yang kembali memanas jika Trump kembali berkuasa memicu ekspektasi bahwa Cina akan meningkatkan stimulus pada 2025. Namun, pertumbuhan impor Cina masih lesu karena tantangan dari perekonomian domestik, sehingga menimbulkan kekhawatiran global ihwal potensi lonjakan barang murah dari Cina di pasar internasional.
Produk domestik bruto (PDB) Cina diperkirakan tumbuh 4,9 persen pada kuartal keempat, naik dari estimasi sebelumnya sebesar 4,8 persen, menurut survei Bloomberg. Bank sentral Cina juga diproyeksikan memangkas rasio persyaratan cadangan (RRR) bank sebesar 25 basis poin pada kuartal keempat untuk mendorong likuiditas, sambil mempertahankan suku bunga kebijakan utama hingga tahun depan.
Pada September lalu, Bank Rakyat Cina telah memangkas rasio persyaratan cadangan (reserve requirement ratio/ RRR) setelah Gubernur Pan Gongsheng mengumumkan langkah-langkah agresif untuk meredam perlambatan ekonomi. Pan juga mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan lebih lanjut sebesar 25 hingga 50 basis poin sebelum akhir tahun, bergantung pada kondisi pasar.
Arjen van Dijkhuizen, ekonom senior pada ABN Amro Bank NV, menyatakan, “Kami memperkirakan guncangan tarif yang lebih besar dibandingkan 2018-2019. Namun, Cina kini lebih siap menghadapi dampaknya, dengan langkah-langkah seperti depresiasi yuan dan tambahan stimulus ekonomi.”