4 Strategi Mengelola Bisnis Keluarga Berdasarkan Cirinya
Banyak perusahaan besar ASEAN berasal dari bisnis keluarga.
Jakarta, FORTUNE – Sektor bisnis adalah salah satu penopang perekonomian, dan salah satu yang berdampak besar adalah Bisnis Keluarga. Meski demikian, jenis bisnis ini tidak boleh diremehkan, ada banyak raksasa di Asia Tenggara yang berangkat dari bisnis keluarga.
Riset BCG menunjukkan bahwa sebanyak 54 persen dari 200 perusahaan terbesar di ASEAN merupakan perusahaan keluarga. Meski begitu, bisnis ini rentan perpecahan yang berisiko terjadi akibat ketidaksepakatan antaranggota keluarga.
Prasetiya Mulya menuliskan bahwa bisnis keluarga, merupakan bisnis yang dimiliki, dioperasikan, dan dikelola secara aktif oleh dua atau lebih anggota keluarga tunggal. Di sini, anggota mungkin terkait dengan darah, pernikahan atau adopsi. Saat ini bisnis milik keluarga diakui sebagai peserta penting dan dinamis dalam ekonomi dunia.
Bisnis keluarga merupakan perpaduan dua hal: bisnis dan keluarga. Untuk itu, pertama-tama pemilik bisnis perlu melakukan penilaian seberapa besar dan rumit bisnis dan keluarga mereka. Dari hasil penilaian itu, pemilik bisnis lantas bisa menentukan seberapa sistem tata kelola seperti apa yang perlu diterapkan.
Berdasarkan kajian dari Profesor Bisnis Keluarga Peter Lorange IMD, Marleen Dieleman, GRID (Governance Risk Identifier/Pengidentifikasi Risiko Tata Kelola) diperkenalkan sebagai tolok ukur bisnis keluarga untuk menerapkan tata kelola yang relevan. Kerangka GRID ini dibagi menjadi empat kuadran untuk membedakan tingkat kompleksitas bisnis dan keluarga. Keempat kuadran itu akan memberikan solusi tata kelola yang tepat, sebagai berikut:
Bisnis sederhana, keluarga sederhana,
Cirinya adalah bisnis terfokus, sedikit anggota keluarga terlibat. Banyak restoran keluarga di Indonesia yang termasuk dalam kategori ini. Dengan demikian, solusinya adalah sistem tata kelola sederhana untuk bisnis dan keluarga sudah cukup.
Bisnis sederhana, keluarga kompleks
Karakteristik ini berciri bisnis yang relatif sederhana, namun banyak anggota keluarga yang terlibat dalam pengelolaan, kepemilikan, atau keduanya. Misalnya, pendiri mempunyai banyak anak dan cucu, semua ikut terlibat bersama pasangannya.
Solusinya, perlu koordinasi antar anggota keluarga untuk menghindari kesalahpahaman. Konstitusi keluarga diperlukan sebagai dasar kepemilikan, pengelolaan dan hierarki bisnis. Pembentukan dewan keluarga pun bisa membantu pengambilan keputusan bersama.
Bisnis yang rumit, keluarga sederhana
Bisnis ini cukup besar, terdiversifikasi, dan mungkin bersifat global, namun hanya satu atau beberapa anggota keluarga yang terlibat. Hal terjadi ketika bisnis yang dikelola pendiri tunggal berkembang pesat namun tidak ada penerus atau anggota keluarga tidak tertarik meneruskan.
Dengan demikian, solusinya adalah meningkatkan tata kelola dan profesionalitas bisnis, berinvestasi untuk mengangkat manajerial yang andal agar tak tergantung pada kelangkaan sumber daya dari keluarga. Tata kelola keluarga dalam bentuk konstitusi atau dewan keluarga kurang relevan.
Bisnis yang rumit, keluarga yang kompleks
Jenis usaha ini merupakan konglomerasi besar yang beroperasi di berbagai industri atau di banyak negara, dan merupakan perusahaan terbuka. Anggota keluarga multi generasi ikut bergabung dalam perusahaan, dengan tingkat kepemilikan dan peran yang berbeda-beda. Tipe ini dimiliki oleh banyak konglomerat besar Indonesia saat ini.
Untuk mengantisipasi perpecahan, diperlukan investasi signifikan terhadap tata kelola perusahaan dan aturan keluarga untuk memperjelas ekspektasi tiap anggota keluarga. Tanpa investasi semacam ini, bisnis keluarga jenis ini berisiko menjadi tidak stabil dan didukung oleh perseteruan keluarga.
Perbedaan kompleksitas keluarga dan bisnis keluarga memerlukan Strategi yang berbeda, karena apa yang berhasil untuk bisnis keluarga kecil belum tentu berhasil untuk konglomerat raksasa yang melibatkan lebih banyak anggota keluarga.