Luhut Beberkan Rencana RI Miliki Pabrik Petrokimia Terbesar di Dunia
Investasinya US$56 miliar dengan outcome US$67 miliar.
Jakarta, FORTUNE – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa Indonesia akan memiliki pabrik petrokimia terbesar di dunia. Pabrik itu bakal berdiri di kawasan industri hijau terintegrasi Kalimantan Utara.
Kawasan Industri Hijau Terintegrasi di Kaltara ini akan memiliki total investasi US$132 miliar hingga 2029. Khusus untuk pengembangan pabrik petrokimia tersebut, kebutuhan investasinya US$56 miliar.
“Kita akan memiliki pabrik petrokimia terbesar dan akan membuat outcome-nya US$67 miliar. Sehingga, apa pun nanti yang kita butuhkan dalam produksi ini, semua kita punya,” ujar Luhut dalam Grand Launching Investasi Berkelanjutan BKPM, di Hotel Fairmont, Jakarta, Kamis (17/3).
Menurutnya, Indonesia sebelumnya banyak mengimpor bahan baku dari negara lain. Namun, dari pengalaman selama pandemi Covid-19, semakin perlu bagi Indonesia memiliki ketahahan industri dalam negeri serta kemampuan memproduksi bahan baku sendiri. Hal ini dapat terwujud melalui kawasan industri hijau terintegrasi yang sedang dikembangkan di Kalimantan Utara.
“Jadi, kita mengurangi impor kita per hari ini, saya kira sudah hampir lebih dari 40 persen. Dan itu kita terus lanjutkan dengan e-katalog yang akan diluncurkan oleh Presiden pada tanggal 24 Maret,” kata Luhut.
Pemanfaatan e-katalog untuk pengadaan
Selain pabrik petrokimia terbesar di dunia, e-katalog adalah salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada produk-produk luar negeri. Sebagian besar pengadaan barang dan jasa Kementerian/Lembaga (K/L) yang mencapai Rp1.127 triliun akan diarahkan kepada produk dalam negeri.
“Itu berdampak pada pertumbuhan ekonomi kita, sesuai hitungan BPS, mencapai 1,71 persen. Ini tidak pernah kita lihat, angka US$32 miliar bisa investasi tiap tahun di kita, dari kantong kiri kita pindah ke kantong kanan,” ujarnya.
Potensi besar EBT di Indonesia
Indoneia memiliki beragam potensi besar pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Hal ini membuat pemerintah Indonesia pun berkomitmen penuh. Oleh karenanya, investasi yang ditanam di sektor EBT dipastikan akan sangat menjanjikan.
“Kita (Indonesia) adalah salah satu potensi EBT terbesar di dunia. Ada 437 GW dan baru digunakan 2,5 GW. Jadi, Anda bisa bayangkan potensi ini,” kata Luhut.
Potensi EBT yang besar ini, kata Luhut, memberikan Indonesia keleluasaan menerapkan pensiun dini terhadap pembangkit energi konvensional yang tidak terbarukan. “Yang mau early retired, kita sudah ada gantinya, ada geothermal dan lain sebagainya,” ujarnya.
Kawasan industri hijau terintegrasi di Kaltara
Luhut menyampaikan seluruh potensi ini akan tercakup juga di Kalimantan Utara, dalam kawasan industri terintegrasi yang dirancang dengan memperhatikan lingkungan di area seluas 30.000 hektare.
Kawasan tersebut juga akan didukung oleh energi hijau yang berasal dari hydropower sebesar 8.000 MW, 10.000 MW dari solar panel, dan 2,9 Tcf Gas bumi.
“Kita akan membuat sesuatu yang bagus dan ini akan mengubah struktur Indonesia, karena pada tahun 2030, diperkirakan Indonesia akan memiliki PDB sampai dengan US$10.000 dengan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen. Ini simulasi yang baru dibuat berdasarkan Nickel Ore, kita belum bicara bauksit, copper, tin, dan lainnya,” kata Luhut.