Pabrik Rokok Susut, GAPPRI: RPP Kesehatan Harus Pikirkan Dampak Sosial
Pembahasan RPP Kesehatan harus libatkan banyak pihak.
Fortune Recap
- GAPPRI meminta pemerintah pertimbangkan dampak sosial dari RPP Kesehatan
- Kenaikan tarif cukai rokok telah menyebabkan penurunan produksi dan ancaman terhadap keberlangsungan Industri Hasil Tembakau
- Pemerintah diminta melibatkan pemangku kepentingan, melakukan pembahasan transparan, dan mempertimbangkan dampak pada industri kreatif
Jakarta, FORTUNE – Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) meminta pemerintah pertimbangkan dampak sosial dari penerapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Terlebih jumlah pabrik rokok terus menyusut dan industrinya terkontraksi sejak 2007 hingga 2022.
Ketua GAPPRI, Henry Nayoan, mengatakan kenaikan tarif cukai rokok saja berdampak pada menurunnya produksi di golongan 1, mulai dari 4.669 unit di tahun 2007 hingga jadi 1.100 unit pada 2022.
“Jika pasal-pasal tembakau di RPP tersebut diberlakukan, ancaman terhadap keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) sangat nyata dan signifikan,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (10/12).
Menurutnya, RPP akan memuat pengendalian produksi, penjualan, dan sponsorship produk tembakau, akan mengancam keberlangsungan IHT, dengan menghilangkan mata pencaharian lebih dari enam juta masyarakat, mulai dari buruh pabrik, petani, hingga pedagang dan pelku industtri kreatif.
“Kami meminta agar tidak tergesa memutuskan aturan tersebut, dengan mempertimbangkan dampak sosial yang akan timbul dari pengaturan tersebut,” katanya.
Banyak yang menanggung beban
Henry mengatakan, saat merumuskan RPP Kesehatan, pemerintah tidak mengajak pelaku industri yang terkait, kendati banyak pelaku usaha akan menanggung beban kebijakan tersebut.
Oleh sebab itu, Henry minta pemerintah melibatkan pemangku kepentingan, di samping pembahasan harus dilakukan transparan dan ekuntabel, dengan pertimbangkan kearifan lokal, besaran ekonomi, penerimaan negara, dan penyerapan tenaga kerja dari IHT dan industri lain yang terkait.
Dampak pada industri kreatif
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua dewan Periklanan Indonesia, Janoe Arijanto, mengatakan bahwa dampak RPP Kesehatan bisa berpengaruh pada industri kreatif dan penyiaran, karena adanya larangan total iklan produk tembakau. Hal ini akan mengurangi industri kreatif, hiburan, dan periklanan, bahkan tenaga kerja yang ada di sektor tersebut.
Menurut data Nielsen, kata Janoe, iklan produk tembakau di media digital bernilai lebih dari Rp9 triliun, dan 20 persennya berasal dari kontribusi produk tembakau.
“Seharusnya didiskusikan bersama pihak yang akan bersinggungan dengan regulasi, mengingat RPP Kesehatan, mencakup banyak bidang usaha yang banyak dan beririsan dengan produk tembakau,” katanya.