Pelaku Usaha Hotel Nilai Promo OTA Bisa Jadi ‘Bumerang’ Bagi Bisnis
Namun usaha hotel tetap butuh exposure dari OTA.
Jakarta, FORTUNE – Sejumlah pelaku usaha Hotel menyebutkan bahwa Promo yang kerap ditawarkan oleh platform Online Travel Agent (OTA) justru bisa menjadi ‘bumerang’ bagi Bisnis di sektor pariwisata, khususnya perhotelan.
Director of Marketing and Communication Artotel Group, Yulia Maria, mengatakan bahwa potongan harga yang merupakan andalan OTA untuk menarik para konsumen, justru dianggap berbalik kurang strategis bagi hotel yang bekerja sama.
“Dampaknya, kadang kami sudah menerapkan harga paling murah di hotel—harga family misalnya—tapi nanti ada saja yang bilang ‘kok mahal? Tidak seperti di OTA yang lebih murah’. Nah, ini yang biasanya jadi bumerang,” ujarnya kepada Fortune Indonesia akhir tahun lalu.
Meski demikian, Yulia tak menampik bila keberadaan OTA memang tak bisa dihindari dan lebih efektif untuk membantu promosi, sekalipun mungkin harga yang dibebankan dalam kerja sama cukup besar.
Untuk satu hotel di Artotel Group, kata Yulia, potongan fee yang diterapkan OTA dari pembayaran yang dilakukan konsumen atas sewa kamar hotel ada di rerata 20 persen.
“Jumlah ini paling basic, karena masih ada fitur tambahan lain yang dibutuhkan agar penjualan kamar di OTA bisa lebih efektif dan tepat sasaran. Semua harus dilakukan, demi exposure,” ujarnya.
‘Friendnemy’
Sementara itu, Associate Director of Marketing & Communication Alila Seminyak, Adi Putrayasa, mengatakan bahwa hubungan antara OTA dan pihak pengelola hotel bisa dianalogikan seperti ‘friendnemy’–bisa jadi kawan sekaligus lawan.
Walau beban antara satu hotel dengan hotel lainnya berbeda, ketergantungan ini dapat menghasilkan beban biaya marketing yang terus meningkat bagi pihak hotel. “Komisi yang dibayarkan akan lebih tinggi dibandingkan pemesanan langsung oleh tamu ke hotel,” ujarnya kepada Fortune Indonesia pada akhir 2023 lalu.
Tetap butuh
Kendati ada indikasi kerugian yang dialami hotel dalam kerja sama dengan OTA, baik Yulia maupun Adi, mengungkapkan bahwa platform teknologi pemesanan di sektor pariwisata ini dibutuhkan untuk membantu pemasaran hotel secara lebih luas. Bahkan, sekitar 35-40 persen penjualan terjadi berkat promosi yang dilakukan OTA.
“Ditambah lagi, ffitur yang ada di OTA dan tidak ada di hotel, seperti pemesanan paket kamar dan tiket pesawat secara bundling, yang menyebabkan adanya relevansi untuk tetap menjalin hubungan saling menguntungkan dengan OTA,” kata Adi.
Sementara, Yulia mengakui bahwa OTA yang ada di Indonesia, seperti Traveloka, tiket. com, Agoda, Expedia, dan lainnya, benar-benar menjalankan bisnis mereka secara profesional. Bahkan, setiap kerja sama yang dijalankan selalu diawali dengan kontrak perjanjian yang harus disepakati kedua belah pihak.
Saling menguntungkan
CMO sekaligus Co-founder dari tiket.com, Gaery Undarsa, mengatakan bahwa usainya pandemi Covid-19 membuat konsumen akan semakin bergantung pada platform online untuk bisa memenuhi kebutuhan berwisata, termasuk memesan hotel melalui OTA.
“Kami memberikan exposure tambahan kepada hotel untuk dapat meningkatkan penjualannya,” ujar Gaery. “Hotel memiliki wewenang penuh dalam mengalokasikan jumlah dan harga kamar yang akan dijual melalui tiket. com. Mereka juga dapat menawarkan kamar hotel langsung kepada konsumen. Dari setiap pemesanan, tiket.com akan mendapatkan keuntungan berupa komisi dari transaksi yang terjadi.”
Untuk menjamin kerja sama yang saling menguntungkan dengan pihak hotel, Gaery mengungkapkan bahwa pihaknya menghadirkan market manager untuk setiap partner hotel, yang berperan sebagai ‘mitra andalan’ dalam menjalankan komunikasi antara hotel dengan OTA. “Market Manager dapat dimanfaatkan oleh hotel untuk membantu segala kebutuhannya,” katanya.
Sedangkan terkait promo potongan harga yang kerap diberikan kepada konsumen, Gaery memastikan tidak akan merugikan pihak hotel.
Tiket.com memberikan kesempatan bagi para mitra hotel untuk menjadi preferred partner yang memiliki kesempatan exposure dan ranking hasil pencarian lebih tinggi. “OTA dapat menerima tambahan komisi penjualan, dan hotel bisa memiliki occupancy rate yang lebih tinggi,” ujarnya.
Kisah lengkap ini bisa Anda baca pada Majalah Fortune Indonesia edisi Januari 2024.