IGS Perkuat Peran Pengembangan Gas dan LNG di Tengah Dekarbonisasi
Gas bumi adalah energi bersih yang dinilai paling realistis.
Jakarta, FORTUNE – Indonesian Gas Society (IGS) menyatakan komitmennya untuk terus memperkuat perannya sebagai kendaraan dalam pengembangan gas dan Liquefied Natural Gas (LNG) masa depan di tengah tantangan dekarbonisasi.
Chairman IGS, Aris Mulya Azof mengatakan, gas dan LNG adalah sumber energi memainkan peran penting dalam proses transisi energi. “Gas alam adalah bahan bakar fosil terbersih dan paling fleksibel. Ini kemungkinan menjadi bahan bakar fosil terakhir yang digantikan oleh energi terbarukan dalam beberapa dekade,” ujarnya dalam rilis IGS yang dikutip Fortune Indonesia, Rabu (20/7).
Menurutnya, semua sumber daya Indonesia saat ini saling berhubungan dan memiliki banyak pilihan untuk mencapai nol emisi karbon (Net Zero Emission/NZE). “Target kami (IGS) bervariasi melalui penggabungan gas dengan teknologi carbon capture,” katanya.
IGS sejak 2014 sudah memfasilitasi kolaborasi pemangku kepentingan energi publik dan swasta di Indonesia. Dengan adanya hal ini, transfer pengetahuan dan pengembangan strategi kerja sama akan lebih mudah diciptakan dalam upaya pemenuhan energi dalam negeri.
Sumber energi yang paling realistis
Aris berpendapat bahwa gas adalah sumber energi yang paling realistis dalam peralihan menuju pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Harga gas relatif lebih murah, lebih andal, dan lebih fleksibel, sehingga bisa memungkinkan pencapaian pasokan EBT secara bertahap dengan nilai ekonomi yang layak.
“Kami percaya bahwa pengembangan bersama proyek gas dan energi terbarukan akan mempercepat energi transisi dan membawa dampak efek pengganda teknologi dan ekonomi pada skala global,” kata Aris.
Menurut Aris, saat ini peralihan batu bara ke gas dan dukungan gas pada transisi menuju EBT adalah dua topik yang seringkali diangkat dalam berbagai konferensi iklim tingkat internasional, terutama di Asia.
Pengembangan teknologi baru
Melihat situasi saat ini, Aris menyampaikan bahwa yang paling dibutuhkan pada pelaku bisnis gas dan LNG adalah pengembangan teknologi baru untuk memenuhi permintaan energi jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, diperlukan solusi pencapaian ketahanan dan keterjangkauan energi.
Selain itu, para pelaku bisnis juga perlu banyak terlibat dalam pembentukan peta jalan perubahan yang berarti dalam peningkatan elektrifikasi sambil mencapai target pengurangan emisi. “Ini adalah tantangan besar, namun unik. Apalagi, kita menjadi tuan rumah Presidensi G20, salah satu agendanya adalah energi,” kata Aris.
Dukungan besar dari pemerintah
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan bahwa gas layak menjadi energi transisi menuju energi bersih, karena ketersediaan yang mencukupi. Selain itu, gas juga memungkinkan diversivikasi ke bahan bakar ramah lingkungan dengan nilai ekonomi yang terjangkau.
“Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (BBG) dapat menciptakan kualitas lingkungan yang lebih baik, mengurangi impor, dan menurunkan nilai subsidi BBM,” katanya, Kamis (14/7). “Presidensi Indonesia mendorong transisi energi menuju energi yang bersih dan ramah lingkungan dengan mengedepankan keamanan ketersediaan energi, aksesibilitas, dan keterjangkauan.”