Profil 6 BUMN Dengan Tingkat Kepatuhan LHKPN Terendah
Tingkat kepatuhan mereka di bawah 60 persen.
Jakarta, FORTUNE – Enam Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) mendapat peringkat rendah perihal kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Menteri BUMN, Erick Thohir pun mengaku kecewa dengan laporan ini. "Saya sangat sesali karena walaupun dari KPK sudah bicara 99,5 persen melapor, tapi ada beberapa BUMN, enam kalau gak salah (tidak patuh LHKPN)," katanya kepada media, pada Selasa (25/7).
Menurutnya, LHKPN adalah kewajiban bagi pejabat publik, tidak terkecuali yang berada di BUMN. Untuk itu, pihaknya akan menginstruksikan Sekretaris Kementerian BUMN untuk mengambil tindakan tegas. “Menterinya aja ngelapor masa anak buahnya gak mau ngelapor, emang ada yang diumpetin?” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan ada sekitar 155 petinggi BUMN yang belum melaporkan kekayaannya dalam LHKPN. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyampaikan bahwa seharusnya ada 35.055 pejabat wajib lapor LHKPN dari total 109 perusahaan pelat merah. Namun, sampai sekarang baru 34.900 pejabat BUMN yang melaporkannya.
Melansir laman resmi setiap perushaaan, berikut daftar BUMN dan tingkat kepatuhan LHKPN yang mereka sudah laporkan masih di bawah 60 persen.
PT Pengembangan Pariwisata (Persero): 28,13 persen
PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau yang biasa dikenal sebagai Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), adalah badan usaha milik negara yang terspesialisasi dalam pengembangan dan pengelolaan kompleks pariwisata terintegrasi.
Perusahaan ini awalnya dipercaya dalam pengelolaan The Nusa Dua, selama lebih dari 45 tahun. ITDC kini dipercaya dalam pengembangan The Mandalika di sepanjang garis pantai selatan Lombok, yang masuk menjadi salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP) Indonesia. Dengan keahlian selama puluhan tahun sebagai pengembang pariwisata.
PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero): 33,33 persen
BUMN ini berdiri pada 1910 di bawa pemerintah kolonial Belanda, dengan nama NV Drogdok Maatschappij. Kemudian, pada 1942-1945, Perusahaan ini dikelola Pemerintah Jepang dengan nama Harima Zosen.
Nasionalisasi perusahaan ini dilakukan pada tahun 1961 oleh pemerintah Indonesia dengan nama PN Dok dan Perkapalan Surabaya yang resmi menjadi PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) pada 8 Januari 1976.
Sejak 1961, DPS sudah memperbaiki lebih dari 20.000 kapal dan membangun lebih dari 600 berbagai jenis kapal, baik pesanan lokal maupun mancanegara.
PT Boma Bisma Indra (Persero): 38,46 persen
Boma Bisma Indra atau biasa disingkat BBI adalah BUMN yang berpengalaman lebih dari 50 tahun. Dibentuk untuk turut serta melaksanakan dan menunjang program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan, khususnya dalam bidang Industri Konversi Energi, Industri Permesinan, Sarana dan Prasarana Industri, Agro Industri, Jasa dan Perdagangan.
BBI sebagai partner yang memiliki kemampuan dalam memberikan dorongan kekuatan tambahan bagi para partner melalui setiap asset yang dimiliki oleh BBI–baik dari kapabilitas SDM maupun infrastruktur.
PT Dirgantara Indonesia (Persero): 45,45 persen
PT Dirgantara Indonesia (Persero) atau PTDI adalah salah satu perusahaan aerospace di Asia dengan kompetensi inti dalam desain dan pengembangan pesawat, pembuatan struktur pesawat, produksi pesawat, dan layanan pesawat untuk sipil dan militer dari pesawat ringan dan menengah.
Sejak didirikan pada tahun 1976 di Bandung, PTDI telah berhasil mengembangkan dan mengembangkan kemampuannya sebagai industri kedirgantaraan.
Di bidang produksi pesawat, PTDI telah memproduksi berbagai jenis pesawat, seperti CN235 untuk transportasi sipil atau militer, Pesawat Surveillance Maritim, Pesawat Patroli Maritim, dan pesawat Penjaga Pantai.
PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero): 50 persen
Holding BUMN pariwisata Indonesia disebut juga sebagai Indonesian Journey atau InJourney dan beranggotakan PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, PT Hotel Indonesia Natour, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, & Ratu Boko, dan PT Sarinah.
Injourney hadir sebagai BUMN ekosistem holding di sektor aviasi dan pariwisata pertama di Indonesia yang siap membawa keramahtamahan dan keragaman budaya Indonesia kepada dunia. Selain itu, Injourney jadi nafas baru bagi industri pariwisata di Indonesia untuk mendorong kebangkitan sektor pariwisata di tengah kondisi pandemi dan siap mengorkrestasi serta menjadi wadah untuk berkolaborasi dan berintegrasi dalam misi pengembangan wisata Indonesia.
PT Indah Karya (Persero): 53,85 persen
PT Indah Karya (Persero) bergerak di bidang konsultan desain, konsultan teknik, ESIC dan konsultan manajemen. BUMN yang berdiri pada 1961 ini bertugas melaksanakan program pemerintah dalam pembangunan ekonomi nasional pada bidang Survei, Penyelidikan, Studi Perencanaan/Perencanaan, Perencanaan/Perencanaan Teknis, serta Manajemen dan Pengawasan Pekerjaan Konstruksi, Penyediaan Tenaga Ahli, dan Kegiatan Konsultasi.
Pada tahun 2000, PT Indah Karya mendirikan unit bisnis IKRCS yang bergerak di bidang sertifikasi ISO 9001, ISO 14001, ISO 18000, ISO 37001 dan ISO 45000 Sistem Manajemen. Sejak awal tahun 2014, PT Indah Karya melebarkan sayap di bidang properti dan industri.
Demikianlah profil singkat 6 perusahaan yang tingkat kepatuhan LHKPN masih berada di bawah 60 persen.