Prospek Energi Hijau dan Sektor EBT Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja
Aktivitas usaha inti dan penjunjang EBT libatkan banyak SDM.
Jakarta, FORTUNE – Kebijakan ekonomi hijau terkait dengan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) tak hanya berdampak bagi lingkungan, tapi juga berkontribusi terhadap menciptakan lapangan kerja baru. Sektor EBT dapat dikategorikan sebagai salah satu industri padat karya.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, mengatakan sumber EBT di Indonesia sangat beragam. “Dalam pengembangannya, EBT melibatkan tenaga kerja, baik pada usaha inti maupun pada usaha penunjang,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Kamis (10/2).
Sebagai contoh pada aktivitas usaha inti, seperti pembangkitan, eksplorasi dan eksploitasi panas bumi, serta kilang bioenergi. Sedangkan, pada usaha penunjang, terdapat beberapa lini, seperti industri modul surya, baterai, transportasi dan distribusi, pekerjaan sipil, dan kegiatan pendukung lainnya.
Pemanfaatan EBT dan lapangan kerja baru
Data International Renewable Energi Agency (IRENA) menunjukkan, jumlah tenaga kerja yang bergerak dalam pemanfaatan EBT mencapai lebih dari 12 juta orang pada 2020. “Dengan pertumbuhan mencapai 65 persen dalam 10 tahun terakhir, tentu jumlah sumber daya manusia (SDM) yang bergerak di bidang EBT akan terus meningkat seiring dengan upaya percepatan pengembangan EBT menuju transisi energi,” ucapnya.
Dengan mendorong pemanfaatan EBT di Indonesia, peluang penciptaan lapangan kerja barunya pun cukup besar.
“Di Indonesia, diperkirakan terdapat lebih dari 330 ribu orang yang bekerja di bidang pemanfaatan EBT, dengan asumsi pengembangan 1 MW EBT membutuhkan 30 pekerja,” tuturnya kepada Fortune Indonesia.
Upaya Kementerian ESDM
Kementerian ESDM sudah melaksanakan beberapa upaya untuk mendorong pemanfaatan EBT. Salah satunya melalui rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik EBT sebesar 20,92 GigaWatt (GW) hingga tahun 2030, yang mengacu pada Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030.
Pemerintah juga tengah menyempurnakan tata Kelola dan keekonomian Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS ATAP). “Pengembangan PLTS Atap secara masif akan mendorong naiknya investasi dan pada akhirnya berdampak positif bagi tersedianya lapangan kerja,” katanya.
Dengan target 3,6 GW hingga 2025, sejumlah dampak positif yang berpotensi dihasilkan, seperti penyerapan tenaga kerja sampai 121.500 orang, maupun peningkatan investasi, pertumbuhan industri pendukung PLTS.
Hal ini juga bisa berjalan selaras dengan penerapan pajak karbon, peningkatan penerimaan dari penjualan nilai ekonomi karbon, hingga penurunan gas rumah kaca sampai 4,58 juta ton CO2e.
Sejumlah tantangan
Dadan juga mengakui bahwa masih terdapat sejumlah tantangan bagi pertumbuhan lapangan kerja di sektor EBT. Misalnya, teknologi EBT yang relatif baru harus diikuti dengan ketersediaan SDM yang mumpuni, teknologi yang masih impor, serta terbatasnya jumlah lembaga pendidikan yang berfokus pada tenaga kerja di sektor EBT.
“Sebagai upaya dalam mengatasi tantangan tersebut serta untuk mendukung dan mempersiapkan kompetensi para pekerja di subsektor EBTKE, kami sedang mengkaji penyiapan kurikulum di lingkungan universitas maupun lembaga vokasi dengan kurikulum berbasis pemanfaatan energi baru terbarukan,” kata Dadan.
Kementerian ESDM bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, juga tengah menjalankan program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (GERILYA) untuk membentuk SDM unggul di industri EBT.
“Kementerian ESDM juga memiliki Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) PPSDM KEBTKE yang berpayung hukum,” pungkasnya.