BUSINESS

3 Filosofi Manajemen Satya Nadella, Favorit Para CEO Fortune 500

Rahasia membuat kinerja Microsoft tetap cerah.

3 Filosofi Manajemen Satya Nadella, Favorit Para CEO Fortune 500CEO Microsoft, Satya Nadella. (DOK/Microsoft).
10 June 2024
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Fortune kembali merilis daftar Fortune Global 500 yang merupakan urutan 500 perusahaan top dunia yang diukur berdasarkan pendapatan tahunan konsolidasi perusahaan. Ini merupakan ajang tahunan yang sudah digelar sejak 1955. Di antara perusahaan teknologi yang masuk dalam daftar, ada Microsoft di peringkat ke-13. Fortune mengungkapkan, Satya Nadella sang CEO menjadi adalah pemimpin yang paling dikagumi oleh para CEO Fortune 500 lainnya.Di balik kekaguman ini ada filosofi manajemen yang menjadi perhatian para pimpinan perusahaan dunia. 

Kisah bermula kala Satya Nadella bergabung dengan Microsoft pada tahun 1992. Sejak awal, ia tidak hanya mengesankan atasan-atasannya, yang memberinya promosi demi promosi hingga akhirnya memimpin perusahaan 10 tahun lalu. Selama itu pula dia juga menarik kekaguman dari rekan-rekan kerjanya.

Sekarang, rekan-rekan CEO dalam jajaran Fortune 500 mengaguminya, termasuk Doug McMillon dari Walmart, yang menduduki peringkat teratas dalam edisi ke-70 dari daftar Fortune 500 yang baru saja dirilis.

Tidak sulit untuk melihat alasannya. Di masa kepemimpinannya, kinerja Microsoft bersinar cerah. Ia telah membuat nilai Microsoft 10 kali lebih besar sepanjang menjabat sebagai orang nomor satu di perusahaan teknologi yang bermarkas di Redmond, Washington itu.

1. Tak beradaptasi berarti mati

CEO Microsoft selalu tampil setiap tahun dalam daftar Fortune 500 sejak daftar tersebut diperluas pada tahun 1995—dan itu bukan prestasi yang mudah. Banyak perusahaan lama lainnya dalam daftar tersebut mengalami penurunan relevansi dan melihat posisinya perlahan turun. Namun, Microsoft mengalami hal sebaliknya: raksasa teknologi ini terus naik peringkat, dari posisi ke-34 menjadi ke-13, sejak Nadella mulai mengemudikannya.

Meskipun terjadi gangguan terus-menerus dalam industri teknologi, kapitalisasi pasar Microsoft telah melonjak dari jauh di bawah $400 miliar ketika Steve Ballmer mundur, menjadi lebih dari $3,16 triliun hari ini. Sementara itu, pendapatan perusahaan hampir tiga kali lipat dalam 10 tahun terakhir.

Mengapa? Karena Nadella tahu bahwa bisnis yang tidak beradaptasi akan mati. Alih-alih berpuas diri, Nadella mendorong Microsoft untuk berinovasi: Akuisisi berani, termasuk LinkedIn dan GitHub, membuahkan hasil, begitu juga dengan peralihannya ke cloud. Sekarang, Microsoft memastikan masa depannya dengan berinvestasi besar-besaran dalam AI.

Seperti yang dikatakan CEO ini kepada Fortune dalam cerita sampul terbaru: “Ketika paradigma berubah, apakah Anda memiliki sesuatu untuk disumbangkan? Karena tidak ada hak yang diberikan oleh Tuhan untuk eksis jika Anda tidak memiliki sesuatu yang relevan.”

2. Memiliki growth mindset

Menurutnya, kesuksesan dalam memimpin ditentukan oleh growth mindset. Ketika Nadella mengambil alih Microsoft, tugas pertamanya adalah mengubah (atau lebih tepatnya, menenangkan) budaya perusahaan. Ini jauh berbeda dari moto tidak resmi Silicon Valley “bergerak cepat dan merusak segalanya”, tetapi mendorong karyawan untuk mengambil napas sejenak (meskipun hanya secara mental) jelas memiliki dampak positif pada Microsoft.

Eksekutif yang lahir di India pada 1967 ini bersyukur ddilahirkan seorang ibu yang merupakan sarjana Sanskrit. Ia selalu diajarkan untuk menjadi mindful. Setiap pagi, dia mengingatkan dirinya tentang apa yang dia syukuri dan mengaitkannya dengan membantu dia tetap dalam kondisi terbaik.

Mengikuti mindset ini, CEO yang tenang dan terkendali ini membuat tim kepemimpinan seniornya ikut serta dalam meditasi dengan meminta mereka membaca "Nonviolent Communication" oleh Marshall Rosenberg, sebuah buku tentang memimpin dengan belas kasih dan pengertian daripada kompetisi dan penilaian.

Related Topics