CEO Dropbox Sebut Pemaksaan WFO Rusak Hubungan Kerja
Apa pun fasilitasnya hanya mempermanis kebijakan WfO.
Jakarta, FORTUNE - Setahun terakhir para pemimpin perusaahaan berupaya mengubah Budaya Kerja dan mengembalikan pola kerja dari bagi kerja dari luar kantor (WfH) menuju penerapan kerja sepenuhnya dari kantor (WfO). Masih banyak golongan pekerja yang belum sanggup move on dari sistem kerja fleksibel ini.
Sebagai gambaran, Zoom, perusahaan yang turut berperan dalam mempopulerkan kerja jarak jauh, mewajibkan karyawannya untuk kembali ke kantor pusat setidaknya dua hari dalam seminggu. Demikian pula dengan perusahaan lainnya, termasuk Nike dan Deutsche Bank. Demikian dilaporakan Fortune.com, dikutip Kamis (18/4).
Terlihat bahwa model kerja hybrid yang dianggap menyenangkan adalah sebuah kompromi yang tidak nyata—mereka secara bertahap meningkatkan jumlah hari kerja yang harus dilakukan oleh staf mereka di kantor untuk berinteraksi secara langsung.
Namun tidak semua CEO setuju bahwa dorongan untuk kembali menjabat adalah langkah cerdas, salah satunya pendapat dari Pendiri dan CEO Dropbox, Drew Houston.
“Mereka terus menekan tombol kembali ke 2019, dan mereka melihat itu tidak berhasil,” kata Drew Houston saat ia mengecam tren tersebut dalam sebuah wawancara dengan Verge.
“Kemudian mereka berusaha lebih keras dan kemudian Anda memiliki hubungan yang sangat beracun ini," ujarnya, menambahkan.
Pemaksaan WFO merusak hubungan kerja
Houston memberikan peringatan keras bagi mereka yang menerapkan mandat kaku untuk kembali bekerja dari kantor dan tidak fleksibel. Menurutnya, perusahaan akan mencuri bakat dan apa pun fasilitas yang diberikan hanyalah mempermanis kesepakatan buruk tersebut.
“Orang-orang telah memilih secara langsung bahwa mereka lebih menghargai fleksibilitas daripada camilan di kantor,” tegasnya.
Lebih lanjut, keseimbangan kehidupan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dinilai lebih menguntungkan. "Di rumah, Anda dapat mengatur lingkungan Anda persis seperti yang Anda inginkan dan tidak hanya memiliki makanan ringan tetapi juga anjing Anda dan sesuatu yang dibuat khusus untuk Anda," katanya.
Pada akhirnya, dia mengatakan bahwa “pasar akan memberi tahu kita” apakah memaksa pekerja kembali ke kantor sebenarnya merupakan cara yang baik untuk merekrut dan mempertahankan talenta—atau “menguntungkan.”
Di lain sisi, Dropbox telah menyewakan banyak ruang kantornya yang kosong di San Francisco dan mengubah citranya dalam memandang 2.600 tenaga kerjanya. “Kami melihat karyawan kami sebagai pelanggan kami,” jelas Houston. Hal ini berarti menawarkan proposisi kolaboratif yang benar-benar ingin diterima oleh para staf.
Sejak Dropbox menerapkan model “virtual-first” pada bulan April 2020, 90 persen pekerja telah sepenuhnya melakukan pekerjaan jarak jauh—dan hal ini memungkinkan perusahaan bersaing di liga besar dengan “orang-orang seperti Microsoft dan Google” untuk mendapatkan bakat, kata sang CEO.
Di Amerika Serikat, para pekerja cenderung memilih WfH meskipun gajinya harus dipotong. Menurut sebuah jajak pendapat yang digelar FlexJobs terhadap lebih dari 8.400 pekerja di AS, hampir dua per tiga responden yang disurvei mengaku mereka rela upahnya dipotong demi bisa bekerja dari jarak jauh. Tujuh belas persen responden berani mengorbankan 20 persen gajinya, dan satu dari 10 responden bahkan bersedia melepas lebih dari 20 persen.
"Kurangnya opsi untuk bekerja dari jauh menjadi alasan signifikan kenapa orang meninggalkan pekerjaannya," kata Keith Spencer, pakar urusan karier di FlexJobs, dikutip dari Fortune.com.
"Kerja jarak jauh sangat bernilai tinggi bagi para tenaga kerja saat ini. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang mengadopsi jenis kebijakan kerja semacam itu, pekerja kian terbuka untuk menjajaki peluang karier baru dengan fleksibilitas dan pilihan kerja jarak jauh yang mereka butuhkan," ujarnya, menambahkan.