Jakarta, FORTUNE - Walmart, salah satu raksasa ritel dunia, semakin memperkuat investasinya dalam kecerdasan buatan (AI) generatif seiring dengan perubahan pola belanja konsumen yang semakin cepat. Selama beberapa dekade terakhir, konsumen telah bergeser dari berbelanja secara eksklusif di toko fisik, ke platform online, hingga saat ini menghabiskan miliaran dolar setiap tahunnya melalui aplikasi seluler.
Kini, kebiasaan belanja konsumen kembali mengalami perubahan signifikan. Walmart menyebut fenomena ini sebagai "retail adaptif," yaitu tren di mana pengalaman belanja menjadi lebih personal. Tren ini seiring dengan ekspektasi bahwa pengecer akan mampu memprediksi apa yang diinginkan konsumen sebelum mereka sendiri menyadarinya. Selain itu, konsumen cenderung membeli produk berdasarkan rekomendasi dari influencer di media sosial.
Pergeseran ini mendorong Walmart untuk mengadopsi teknologi yang lebih canggih, termasuk AI generatif. “Belanja bukan lagi sekadar gabungan antara ritel inti dan e-commerce. Ini benar-benar pengalaman yang jauh lebih dinamis," ujar Hari Vasudev, Wakil Presiden Eksekutif dan Chief Technology Officer (CTO) Walmart U.S. melansir Fortune.com, Kamis (17/10).
Sebelumnya, pengalaman belanja online lebih sederhana. Konsumen hanya memasukkan kata kunci untuk mencari produk spesifik, seperti televisi atau jeans. Tugas pengecer adalah menawarkan produk dengan harga kompetitif serta pengiriman cepat. Namun, seiring waktu, konsumen kini menjadi lebih detail dalam melakukan pencarian. Mereka mengajukan pertanyaan yang lebih spesifik mengenai produk dan menginginkan fitur tambahan, seperti visualisasi 3D untuk furnitur di rumah mereka, atau menggunakan realitas virtual untuk melihat bagaimana pakaian terlihat saat dikenakan.
“Kolom pencarian bukan lagi cara utama untuk berbelanja,” tambah Vasudev. Platform seperti TikTok dan layanan streaming langsung seperti Twitch telah menjadi sumber inspirasi belanja yang baru bagi konsumen.
Terapkan AI generatif
Untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ini, Walmart mengumumkan bahwa mereka mulai menerapkan model prediktif dan AI generatif untuk menawarkan pengalaman belanja yang lebih personal di walmart.com. Fitur ini ditargetkan akan sepenuhnya diluncurkan pada akhir tahun depan.
“Cara kami memanfaatkan AI dan AI generatif adalah untuk menawarkan pengalaman dan konten yang sangat terkurasi,” jelas Vasudev.
Melalui teknologi ini, Walmart bertujuan menciptakan pengalaman belanja yang disesuaikan dengan riwayat belanja setiap pelanggan, produk yang sedang tren di media sosial, serta faktor lokasi dan musim. Misalnya, pelanggan yang sebelumnya membeli barang untuk hewan peliharaan akan disarankan kostum anjing untuk Halloween, sementara pelanggan di Minnesota dan Arkansas akan mendapatkan promosi sweater pada waktu yang berbeda sesuai dengan pergantian musim dingin.
Upaya AI generatif Walmart sejauh ini fokus pada lima area utama: pengalaman belanja pelanggan, peningkatan cara kerja staf di toko, operasi rantai pasokan dan merchandising, pembuatan konten, serta produktivitas pengembang perangkat lunak.
Salah satu alat berbasis AI yang sudah diperkenalkan adalah "Ask Sam," yang memungkinkan karyawan menanyakan lokasi barang di dalam toko, serta MyAssistant, yang membantu karyawan kantor merangkum dokumen besar dan menulis draf.
Walmart memilih untuk mengembangkan teknologinya sendiri ketimbang membeli solusi dari vendor eksternal. Perusahaan ini memusatkan kemampuan pembelajaran mesinnya dalam platform internal bernama Element, sehingga tim teknologinya dapat bereksperimen dengan model AI tanpa khawatir tentang kecocokan dengan vendor atau penyedia cloud tertentu. Walmart menggabungkan model bahasa besar internal dengan penawaran eksklusif dari OpenAI (ChatGPT) dan Google (Gemini), serta beberapa model open-source.
Baru-baru ini, Walmart juga memperkenalkan asisten layanan pelanggan berbasis AI generatif yang menggunakan model bahasa khusus ritel. Menurut Walmart, AI generatif ini akan membantu chatbot mereka memprediksi pertanyaan pelanggan dan memberikan solusi proaktif terkait pengembalian, pertukaran, dan masalah lainnya. “Dalam beberapa kasus, agen AI baru ini bekerja dua kali lebih cepat dibandingkan manusia,” kata Vasudev.
Dalam mengembangkan AI tersebut, Walmart sangat memperhatikan nada percakapan yang digunakan. “Ketika kami menghadirkan pengalaman percakapan seperti ini, penting untuk memastikan kualitas percakapan terasa empatik dan tulus,” ujar Vasudev.