Cukai Rokok Naik, HM Sampoerna Justru Operasikan Pabrik Baru Rp2,8 T
Tembakau bebas asap hasil produksi pabrik ini akan diekspor.
Jakarta, FORTUNE - PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) meresmikan fasilitas produksi baru di Karawang, Jawa Barat sekaligus melepas ekspor perdana produk tembakau inovatif bebas asap bagi IQOS bermerek HEETS. Fasilitas produksi yang dibangun sejak akhir 2021 ini menelan investasi senilai lebih dari US$186 juta atau sekitar Rp2,81 triliun (kurs Rp15.123/US$).
Pabrik HEETS di Indonesia difokuskan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor di kawasan Asia Pasifik maupun pasar domestik dan sejalan dengan prioritas pemerintah untuk mendorong investasi dan peningkatan ekspor barang jadi.
Pabrik HEETS di Indonesia ini merupakan fasilitas produksi Philip Morris International (PMI) untuk produk tembakau inovatif bebas asap yang pertama di Asia Tenggara dan
ketujuh di dunia.
“Investasi yang dilakukan Sampoerna ini diharapkan dapat memberi dampak positif dalam mendorong inovasi, serta penciptaan nilai ekonomi pada banyak sektor antara lain sektor UMKM, ritel tradisional, kemitraan dengan petani, dan pengembangan R&D,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto dikutip dari keterbukaan informasi BEI, Selasa (17/1).
Investasi baru HM Sampoerna ini juga diharapkan mampu mendukung ketahanan ekonomi nasional di tengah kondisi ekonomi global yang menantang.
Presiden Direktur Sampoerna Vassilis Gkatzelis mengapreasiasi pemerintah menjaga iklim investasi yang kondusif, serta komitmen dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional. Perusahaan yang sudah beroperasi di Indonesia selama hampir 110 tahun ini berharap dapat terus berkontribusi terhadap perekonomian dalam negeri melalui investasi berkelanjutan serta dampak ekonomi bagi mata rantai dan ekosistem industri tembakau nasional.
Selain pembangunan pabrik, Sampoerna akan meningkatkn nilai tambah ekonomi melalui peningkatan kapasitas riset, penyerapan tenaga kerja berketerampilan tinggi, pembelian pasokan tembakau lokal, pemberdayaan UMKM dukungan digitalisasi dan peningkatan kapasitas peritel tradisional, pengoperasian pusat layanan digital, serta peningkatan kinerja ekspor.
“Investasi jangka panjang Sampoerna yang merupakan bagian dari Philip Morris International bukti kepercayaan kami akan kepastian iklim investasi dan usaha di Indonesia. Saya berharap, investasi kami turut memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi investasi dari dalam dan luar negeri,” katanya.
Produk Tembakau Inovatif Bebas Asap
Produk tembakau inovatif bebas asap tanpa proses pembakaran dikembangkan berdasarkan penelitian ilmiah dengan pendekatan pengurangan bahaya dan diklaim mampu menjadi alternatif bagi perokok dewasa.
Lebih dari satu dekade, PMI telah berinvestasi lebih dari US$9 miliar untuk mengembangkan dan memperkenalkan produk tembakau inovatif bebas asap. Pengembangan ini melibatkan lebih dari 980 ilmuwan, insinyur, teknisi, dan staf pendukung, termasuk dari Indonesia.
Salah satu produk tersebut ialah perangkat pemanas tembakau bernama IQOS. Dengan penelitian ilmiah dan teknologi, IQOS memanaskan batang tembakau yang menggunakan tembakau asli tanpa pembakaran, sehingga mengurangi paparan zat berbahaya atau berpotensi berbahaya hingga rata-rata 90-95 persen lebih rendah dibandingkan dengan asap rokok.
“IQOS menggunakan perangkat elektronik untuk memanaskan tembakau, dan bukan membakarnya.Proses pemanasan berlangsung maksimal 350 derajat Celsius. Oleh karena itu, tidak ada api, abu, maupun asap,” ujar Vassilis.
Tantangan industri rokok
Industri rokok dihadapkan sejumlah tantangan, salah satunya dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok rtaa-rata 10 persen pada 2023 dan 2024. Peraturan PMK terbaru menyebutkan, cukai sigaret kretek mesin (SKM) tier-1 per batang naik 11,75 persen, sedangkan cukai SKM tier-2 naik 11, 5 persen.
Adapun, sigaret putih mesin (SPM) 1 dan 2 naik 12 hingga 11,8 persen, sedangkan sigaret kretek tangan (SKT) 1, 2, dan 3 naik sebesar 5 persen. Sementara, cukai rokok elektrik akan naik 15 persen dan 6 persen untuk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) berlaku kenaikan setiap tahun sejak 2023 hingga 2028.
“Kebijakan mengenai cukai rokok itu selalu menyeimbangkan empat aspek. Ini selalu kita coba balance setiap kali kita membicarakan mengenai kebijakan cukai rokok. Ini adalah basic filosofi dari penetapan kebijakan cukai rokok setiap tahun,” kata Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara.
Aspek pertimbangan pertama adalah pengendalian konsumsi yang memiliki kaitan dengan kesehatan. Pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai. Kebijakan tersebut juga merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penurunan prevalensi merokok, khususnya usia 10-18 tahun yang ditargetkan menjadi 8,7 persen pada 2024. Selain itu, pengenaan cukai juga ditujukan untuk menurunkan konsumsi rokok di kelompok masyarakat miskin yang mencapai 11,6 hingga 12,2 persen dari pengeluaran rumah tangga.
“Kalau konsumsinya makin naik, maka ada hubungannya itu pasti dengan kesehatan. Dunia internasional mengakui itu. Ini aspek konsumsi,” ujarnya.
Aspek kedua adalah aspek produksi yang berkaitan dengan keberlangsungan tenaga kerja. Kebijakan cukai juga mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan.
“Perusahaan rokok yang memproduksi hasil tembakau itu punya kaitan dengan ketenagakerjaan. Apalagi untuk industri hasil tembakau Indonesia yang bahkan ada segmen dikerjakan dengan tangan. Pasti ada hubungannya itu dengan penyerapan tenaga kerja kita, employment creation kita,” kata Wamenkeu.
Aspek ketiga adalah terkait penerimaan negara. Kebijakan cukai mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Tahun 2021, penerimaan negara dari cukai mencapai Rp188,8 triliun.
Kemudian, aspek keempat yakni terkait pengawasan barang kena cukai (BKC) ilegal. Semakin tinggi cukai rokok, maka akan semakin tinggi kemungkinan beredar rokok ilegal yang saat ini telah mencapai 5,5 persen.