PMI Manufaktur RI pada Juni 2023 Masih Ekspansif, Tertinggi di ASEAN
Namun, industri tekstil masih tertekan.
Jakarta, FORTUNE - S&P Global mencatat, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juni 2023 menyentuh level 52,5. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di level 50,3.
Menurut S&P Global, ekspansi yang dialami industri manufaktur Indonesia pada Juni 2023 didukung oleh peningkatan permintaan baru. Ini mengakibatkan kenaikan produksi, yang turut berdampak pada bertambahnya jumlah tenaga kerja.
Economics Associate Director S&P Global PMI Market Intelligence, Jingyi Pan mengatakan, momentum pertumbuhan di seluruh sektor manufaktur Indonesia kembali mengalami percepatan pada bulan lalu. “Laju kenaikan permintaan secara keseluruhan tergolong solid, meskipun kurangnya permintaan eksternal terus menghambat pertumbuhan penjualan total,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, aktivitas industri manufaktur RI terus bergeliat. Ini ditandai capaian PMI Manufaktur Indonesia tetap di fase ekspansif hingga 22 bulan berturut-turut atau hampir dua tahun. “Artinya, tingkat optimisme dari para pelaku industri kita secara keseluruhan juga meningkat,” kata Agus dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (3/7).
Tak hanya itu, PMI Manufaktur Indonesia pada Juni 2023 juga melampaui PMI Manufaktur ASEAN (51,0), Malaysia(47,7), Myanmar (50,4), Filipina (50,9), Taiwan (44,8), Vietnam (46,2), Jepang (49,8), China (50,5), Korea Selatan (47,8), Inggris (46,2), dan Prancis (45,5).
“Kenaikan PMI Manufaktur Indonesia pada Juni sejalan dengan kenaikan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) mencapai 53,93 atau meningkat 3,03 poin dibandingkan Mei 2023. Angka ini juga merupakan yang paling tinggi sejak IKI dirilis November 2022 lalu,” ujarnya.
Pemerintah telah meluncurkan Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Pada perayaan 100 tahun kemerdekaan atau 22 tahun ke depan, Indonesia ditargetkan masuk dalam lima negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
“Industri manufaktur selama ini memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk fokus menjalankan kebijakan-kebijakan strategis yang mendukung sektor industri seperti menjaga ketersediaan bahan baku dan energi, perluasan pasar,pengoptimalan produk dalam negeri, serta substitusi impor,” katanya.
Merujuk data United Union Statistics Economics, Indonesia masuk dalam daftar 10 negara manufaktur teratas berdasarkan persentase kontribusi mereka terhadap output manufaktur global. Selain Indonesia,ada negara-negara maju lainnya seper China, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, India, dan Korea Selatan.
Seiring arahan Presiden Joko Widodo, hilirisasi industri sebagai lompatan besar dalam membangun Indonesia ke depan. Hilirisasi merupakan proses meningkatkan nilai tambah suatu komoditas dengan mengolah atau memurnikan bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau produk jadi. Nilai jual produk turunan atau yang mengalami proses hilir akan semakin tinggi, dibandingkan dijual dalam bentuk bahan mentah.
"Kami fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri di tiga sektor, yakni industri berbasis agro, berbasis bahan tambang dan mineral, serta berbasis migas dan batubara. Secara bertahap, pemerintah terus melakukan penghentian ekspor bahan tambang mentah diantaranya bauksit, timah, hingga alumina,”imbuhnya.
Kontraksi industri tekstil
Di tengah kondisi ekspansif sektor manufaktur nasional, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih mengalami kontraksi. Industri ini bahkan termasuk satu dari tiga subsektor manufaktur yang mengalami kontraksi pada survei IKI Juni 2023.
“Penyebab industri tekstil masih menderita karena pasar domestik dibanjiri produk impor, terutama yang masuk melalui PLB (Pusat Logistik Berikat). Kemenperin meminta agar dilakukan pengawasan ketat atas barang keluar dari PLB yang masuk ke pasar domestik, serta terhadap marketplace yang juga merupakan pintu masuk produk tekstil impor,” kata Agus.
Namun begitu, Kemenperin juga melihat peluang bagi industri TPT dengan adanya tahun ajaran baru sekolah. Hal ini diyakini mendorong dan membangkitkan industri TPT yang sedang tertekan. Melalui kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), diharapkan untuk pemenuhan pakaian sekolah negeri dan pakaian pegawai di pemerintah dapat meningkatkan aktivitas produksi di industri TPT untuk memenuhi permintaan tersebut.