Suku Bunga Tinggi, Wolrd Bank: Ekonomi Dunia Dibayangi Perlambatan
Perekonomian dunia bisa berada dalam kondisi genting.
Jakarta, FORTUNE - Bank Dunia atau World Bank memproyeksikan pertumbuhan global akan melambat tajam disertai meningkatnya risiko tekanan keuangan di pasar negara-negara emerging market dan ekonomi berkembang (EMDE) di tengah kenaikan suku bunga global. Hal itu terungkap berdasarkan laporan Global Economic Prospects yang dikeluarkan Bank Dunia edisi Juni 2023.
Dalam laporannya, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun ini mencapai 2,1 persen, melambat dibandingkan angka pertumbuhan tahun lalu sebesar 3,1 persen. Kendati begitu, proyeksi pertumbuhan tahun ini naik dari estimasi pertumbuhan 1,7 persen yang dikeluarkan Januari lalu.
Sedangkan di pasar negara berkembang selain Cina, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat menjadi 2,9 persen tahun ini dari 4,1 persen pada 2022.
“Cara paling pasti untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan adalah melalui lapangan kerja—dan pertumbuhan yang lebih lambat membuat penciptaan lapangan kerja jauh lebih sulit,” kata Presiden Grup Bank Dunia Ajay Banga, dalam keterangannya Rabu (7/6).
Namun, perkiraan pertumbuhan bukanlah hal yang pasti. Oleh karenanya, semua pihak memiliki kesempatan untuk membalikkan keadaan dengan bekerja sama.
Sebagian besar pasar negara berkembang sejauh ini baru melihat kerugian terbatas atas tekanan perbankan di negara maju belum lama ini, namun diprediksi tengah bersiap 'berlayar di perairan berbahaya'. Dengan kondisi kredit global yang semakin ketat, satu dari empat EMDE dapat kehilangan akses ke pasar obligasi internasional atau membuat penyaluran kredit semakin selektif.
Selain itu, adanya proyeksi pertumbuhan ekonomi 2023 yang hanya kurang dari setengah dari angka pertumbuhan tahun lalu, membuat pasar negara berkembang rentan terhadap guncangan tambahan.
“Ekonomi dunia berada dalam posisi genting,” kata Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Grup Bank Dunia,Indermit Gill.
Menurutnya, di luar Asia Timur dan Selatan, masih terdapat dinamika untuk menghapuskan kemiskinan, melawan perubahan iklim, dan mengisi kembali sumber daya manusia. Pada 2023, sektor perdagangan pun akan tumbuh kurang dari sepertiga kecepatannya pada tahun-tahun sebelum pandemi.
"Di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang, tekanan utang tumbuh karena suku bunga tinggi. Kelemahan fiskal membuat banyak negara berpenghasilan rendah mengalami kesulitan utang. Sementara itu, kebutuhan pembiayaan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan jauh lebih besar daripada proyeksi investasi swasta yang paling optimis sekalipun," katanya.
Kemiskinan ekstrem dan pertumbuhan negara maju
Dampak lanjutan pandemi yang tumpang tindih dengan invasi Rusia ke Ukraina, dan perlambatan tajam di tengah pengetatan kebijakan moneter negara dunia menyebabkan kemunduran bagi EMDE, yang diperkirakan berlanjut di masa mendatang.
Pada akhir 2024, aktivitas ekonomi di negara-negara tersebut diperkirakan sekitar 5 persen di bawah angka sebelum pandemi. Di negara-negara berpenghasilan rendah—terutama negara miskin—bahkan dampaknya akan sangat parah. Lebih dari sepertiga negara-negara tersebut, pendapatan per kapita pada tahun depan kemungkinan masih akan berada di bawah tahun 2019. Laju pertumbuhan pendapatan yang lemah ini akan menyebabkan kemiskinan ekstrem di banyak negara berpenghasilan rendah.
“Banyak negara berkembang berjuang untuk mengatasi pertumbuhan yang lemah, inflasi yang terus-menerus tinggi, dan rekor tingkat utang. Namun bahaya baru—seperti kemungkinan limpahan yang lebih luas dari tekanan keuangan baru di negara maju—dapat membuat keadaan menjadi lebih buruk bagi mereka,” kata Wakil Kepala Ekonom Grup Bank Dunia. “Pembuat kebijakan di negara-negara ini harus segera bertindak untuk mencegah penularan keuangan dan mengurangi kerentanan domestik jangka pendek.”
Di negara maju, pertumbuhan ekonomi diramal bakal melambat dari 2,6 persen pada 2022 menjadi 0,7 persen tahun ini dengan tetap terjadi pelemahan pada 2024.
Amerika Serikat (AS) misalnya, setelah tumbuh 1,1 persen pada tahun 2023, ekonomi negara ini diperkirakan melambat menjadi 0,8 persen pada tahun depan terutama disebabkan dampak kenaikan tajam tingkat suku bunga dalam selama satu setengah tahun terakhir.
Sementara kawasan euro, pertumbuhan diperkirakan akan melambat menjadi 0,4 persen tahun ini dari 3,5 persen pada 2022, karena efek lambat dari pengetatan kebijakan moneter dan kenaikan harga energi.