Bos Krakatau Steel Proyeksi Permintaan Baja Asean Capai 77,9 Juta Ton
Ekspornya meningkat dibandingkan dengan tahun lalu.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), Purwono Widodo, yang juga merupakan Chairman South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI) membuka acara 2023 SEAISI Conference & Exhibition di Manila, Filipina, Senin (22/5).
Dalam kesempatan tersebut, dia mengatakan bahwa World Steel Association telah memproyeksikan permintaan baja global pada 2023 setidaknya akan tumbuh 1,1 persen untuk mencapai sekitar 1,8 miliar metrik ton.
Sedangkan, permintaan baja di kawasan Asean diperkirakan mencapai 77,9 juta ton, meningkat 3,5 juta ton dari kebutuhan 2022 yang mencapai 75,3 juta ton. Total produksi baja mencapai 58,5 juta ton, meningkat 9,1 persen dari produksi pada tahun sebelumnya.
“Ekspor dari ASEAN juga terus meningkat sejak tahun 2016 dengan total ekspor 8,6 juta ton dan menjadi 25,1 juta ton pada tahun 2022. Meskipun ada perkembangan positif dari permintaan, produksi, dan ekspor, penting untuk dicatat bahwa Asean adalah importir baja yang besar selama bertahun-tahun,” kata Purwono.
Jumlah impor baja Asean tahun lalu mencapai 44,5 juta ton atau lebih dari 57 persen kebutuhan baja Asean.
“Industri baja Asean harus bekerja sama untuk melindungi pasar regional kita dari praktik perdagangan yang tidak adil dari sumber kelebihan kapasitas dengan harga impor yang rendah sehingga menyebabkan injury pada industri baja domestik di Asean,” ujarnya.
Hadapi kelebihan kapasitas produksi baja
Industri baja Asean juga menghadapi tantangan besar berupa kelebihan potensial kapasitas. SEAISI memperkirakan penambahan kapasitas produksi baja di Asean akan mencapai 90 juta ton dalam 5-10 tahun mendatang, didominasi oleh investasi dari Cina. Kapasitas tambahan ini sangat besar dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan baja Asean.
Asean juga sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi pada United Nation Climate Change Conference (COP26) 2021 dan bekerja menuju mitigasi perubahan iklim, dimulai dengan mengajukan kebijakan untuk mengendalikan emisi karbon. Sebagai salah satu industri yang paling intensif dengan karbon, industri baja Asean akan terdampak target pengurangan emisi karbon.
“SEAISI sebelumnya telah memperkirakan bahwa akan ada ledakan peningkatan emisi karbon pada industri baja Asean hingga tiga kali lipat jika teknologi net-zero carbon tidak diterapkan,” kata Purwono yang juga presiden Asean Iron & Steel Council (AISC).
Oleh karena itu, SEAISI dan AISC akan mengembangkan roadmap industri baja net zero carbon dan terus berupaya menemukan cara untuk mengurangi emisi karbon industri baja di ASEAN secara efektif.