Bos Pupuk Indonesia Tak Bisa Tidur Pikirkan Kelanjutan Gas Murah
Pentingnya pasokan gas yang memadai untuk Pupuk Indonesia.
Fortune Recap
- Direktur Utama Pupuk Indonesia khawatir kebijakan HGBT akan berakhir pada 2024.
- Penyaluran gas tidak sesuai dengan kebutuhan, misalnya PT PIM hanya dikirim 45 BBTUD dari 54 BBTUD yang dibutuhkan.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribada mengemukakan keresahannya akan keberlanjutan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri. Pasalnya, kebijakan ini akan berakhir pada 31 Desember 2024.
Kondisi demikian menempatkan Pupuk Indonesia dalam ketidakpastian perihal harga gas pada 2025 dan seterusnya.
“Ini yang jujur buat kami di Pupuk Indonesia tidak bisa tidur,” kata dia dalam rapat bersama dengan Komisi IV DPR-RI, Rabu (19/6).
Rahmad menekankan pentingnya pasokan yang memadai untuk Pupuk Indonesia Group, sebab gas adalah bahan baku utama pembuatan pupuk. Namun dalam praktiknya, realisasi penyaluran gas tidak sesuai dengan kebutuhannya.
Sebagai contoh, PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) pada 2023 membutuhkan gas 54 BBTUD, tapi dalam penyalurannya hanya dikirim 45 BBTUD.
Kemudian untuk PT Pupuk Sriwijaya Palembang (PSP), kebutuhan pada 2023 mencapai 188 BBTUD, namun hanya disalurkan 175 BBTUD.
Kenaikan harga pupuk akan membebani para petani
Selain itu, Rahmad juga khawatir bahwa jika kebijakan gas murah industri ini tidak dilanjutkan, para Petani akan terbebani karena akan semakin sulit untuk mendapatkan pupuk murah.
Sebagai gambaran, peningkatan harga gas sebesar US$1 dapat menambah biaya atau anggaran pupuk subsidi sebesar Rp2,23 triliun. Jika biaya ini tidak ditanggung oleh subsidi dan dibebankan kepada petani, dampaknya akan sangat signifikan. Sebab, setiap kenaikan Rp1.000 pada harga pupuk dapat menurunkan konsumsi Urea sebesar 13 persen dan NPK sebesar 14 persen.
"Perhitungan kami menunjukkan bahwa penurunan pemupukan Urea 13 persen dan NPK 14 persen akan berimplikasi pada hilangnya produksi padi secara nasional sebesar 5,1 juta ton dan jagung sebesar 1,2 juta ton," kata Rahmad.
Situasi ini mencerminkan betapa pentingnya kebijakan HGBT bagi kelangsungan industri pupuk dan sektor pertanian di Indonesia. Ketidakpastian harga gas pasca-2024 menjadi perhatian utama yang membutuhkan solusi segera untuk memastikan keberlanjutan produksi dan ketahanan pangan nasional.
Meminta dukungan kepada Komisi IV DPR-RI
Oleh karena itu, pada rapat ini dia meminta dukungan dari Komisi IV DPR untuk mendukung penyediaan sumber bahan baku gas bagi Pupuk Indonesia agar industri pupuk dapat terus beroperasi dengan baik dan mendukung sektor pertanian nasional.
Sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No.91/2023, HGBT berakhir pada 2024. Kebijakan harga gas murah di bawah harga pasar sebesar US$6 per MMBTU itu masih terbatas untuk tujuh sektor industri, yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Dalam kelanjutan HGBT ini, Kementerian ESDM juga mempertimbangkan pasokan gas pipa yang disalurkan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dari hulu kepada industri.