Kadin Bicara Peluang Investasi Hijau dengan Kredit dari COP 28
Kredit dari COP 28 ini diperuntukan untuk penurunan emisi.
Fortune Recap
- Konferensi perubahan iklim COP 28 menghasilkan komitmen pembiayaan US$83,76 miliar.
- Pembiayaan mendukung mitigasi & adaptasi perubahan iklim, energi terbarukan, sektor pangan, kesehatan, & pengurangan emisi karbon.
- Investasi energi terbarukan di negara berkembang hanya 1% setiap tahun sejak 2015, sementara diperlukan US$6 triliun investasi pada tahun 2030.
Jakarta, FORTUNE - Konferensi perubahan iklim global atau Conference of the Parties ke-28 (COP 28) menghasilkan komitmen pembiayaan dengan nilai total US$83,76 miliar. Pembiayaan tersebut diperuntukan salah satunya, untuk mendanai penurunan emisi gas rumah kaca.
Wakil Ketua Umum (WKU) Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri KADIN Indonesia, Shinta W. Kamdani mengatakan, ia yaki jika pembiayaan yang ada bisa membawa imbas yang cukup besar dalam akselerasi penanganan perubahan iklim.
“Tentunya ini bisa menjadi peluang bagi sektor usaha melalui peningkatan Investasi Hijau. Program pembiayaan climate finance diantaranya untuk mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim hingga sektor pengembangan energi terbarukan, serta pendanaan khusus untuk membantu negara berkembang dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, serta meningkatkan ketahanan menghadapi perubahan iklim,” kata dia dalam keterangannya, Jumat (15/12).
Bantuan pendanaan yang digelontorkan tersebut terbagi beberapa sektor yakni pembiayaan iklim 62,5 miliar, energi terbarukan sebesar US$5 miliar, sektor pangan US$3,1 miliar, dan US$2,7 miliar untuk sektor kesehatan, serta selebihnya untuk sektor lain.
Dukungan untuk mengurangi emisi karbon secara nasional (NDC), kata Shinta, telah ditingkatkan Indonesia pada 2022. Tetapi Indonesia saat ini juga tengah menyiapkan kerangka kerja kedua untuk target penurunan emisi nasional lebih ambisius yang rencananya akan disampaikan 2025.
“Ini akan memunculkan peluang penambahan kapasitas energi terbarukan dalam rangka menurunkan emisi serta peningkatan investasi yang mendukung transisi energi,” ujarnya.
Besarnya kebutuhan dana untuk transisi energi bagi negara berkembang
Berdasarkan laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) World Investment Report 2023, sebagian besar investasi dalam energi terbarukan (EBT) mengalir ke sejumlah negara maju. Adapun, sekitar tiga perempat dari semua pembiayaan investasi internasional dalam energi terbarukan pada tahun 2022 mengalir ke Eropa.
Sementara itu, negara-negara berkembang hanya menciptakan peningkatan proyek energi terbarukan sebesar 1 persen setiap tahun sejak 2015.
Padahal, menurut laporan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 2023, negara-negara berkembang justru memerlukan setidaknya US$6 triliun investasi energi terbarukan pada tahun 2030 untuk memenuhi kurang dari separuh NDC.
Ketua Kadin Net Zero Hub, Dharsono Hartono berpendapat senada. Ia mengatakan, biaya yang dibutuhkan untuk mencapai transisi energi hijau memang besar.
“Tugas kita sekarang adalah melakukan follow-up dengan adanya komitmen dana yang akan digelontorkan untuk kepentingan Indonesia yang lebih baik di masa mendatang,” tuturnya.
Negara dan industri memiliki peran kunci untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan. Maka dari itu perlu kerja-kerja kolaborasi, demi menciptakan warisan lingkungan yang lebih baik untuk generasi mendatang.