Pertamina Akan Bangun Pabrik Bioetanol di Banyuwangi
Kapasitas dari pabrik ini sekitar 30.000 liter per tahun.
Fortune Recap
- Pertamina memiliki rencana jangka pendek pengembangan bisnis bioetanol dengan ambisi meningkatkan kapasitas produksi hingga 2034 mencapai 51 juta liter.
- Pertamina telah mulai mengimplementasi bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) melalui peluncuran produk Pertamax Green 95 pada 2023.
Jakarta, FORTUNE - Pertamina Pertamina New & Renewable Energy (NRE) bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) berencana membangun pabrik Bioetanol di Banyuwangi, Jawa Barat. Nantinya pabrik ini akan mempunyai kapasitas produksi hingga 30.000 kiloliter (KL) per tahun.
Proyek ini merupakan bagian dari rencana jangka pendek pengembangan bisnis bioetanol.
"Untuk bioetanol, kita memiliki ambisi meningkatkan kapasitas produksi, salah satunya dengan reaktivasi pabrik di Banyuwangi, Glenmore, dengan mengambil molase sebagai bahan baku bioetanol tanpa mengganggu produksi gula," kata CEO Pertamina NRE, John Anis, dalam keterangannya, Kamis (14/11).
Saat ini Pertamina telah memiliki sustainability aviation fuel (SAF) yang berbasis biofuel, termasuk dari minyak goreng bekas. Baru-baru ini, Indonesia berhasil mencampur 5 persen bahan bakar penerbangan berkelanjutan, dan ini telah berhasil diujicobakan dalam penerbangan sekitar dua tahun lalu dan akan terus ditingkatkan.
Dia menjelaskan Pertamina NRE telah memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga 2031 untuk mendukung dekarbonisasi pada sektor transportasi. Hingga 2034, kata John, proyeksi permintaan atas biofuel bisa mencapai 51 juta liter.
“Karena kita masih memerlukan bahan bakar fosil, namun lebih bersih, dan pada saat yang sama kita harus mulai beralih ke bisnis rendah karbon. Jadi, kami memaksimalkan bisnis tradisional sekaligus mengembangkan bisnis rendah karbon," ujarnya.
Pertamina telah mulai melakukan implementasi bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) melalui peluncuran produk Pertamax Green 95 pada 2023. Langkah ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) pada sektor transportasi melalui penyediaan bahan bakar nabati (BBN).
Pemerintah mendorong penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar transportasi dengan harapan langkah ini dapat mengurangi impor BBM nasional, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan GDP, serta berkontribusi pada penurunan emisi dalam jangka panjang.
Langkah ini sejalan dengan Peraturan Presiden No.40/2023 tentang percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati.
Bisnis kredit karbon Pertamina NRE
Sedangkan pada bisnis karbon, Pertamina NRE saat ini telah menjadi pemain utama perdagangan kredit karbon di Indonesia dengan menguasai pangsa pasar 93 persen. Kredit karbon Pertamina NRE bersumber tidak saja dari pembangkit listrik energi rendah karbon, tapi juga bersumber dari nature-based solutions (NBS).
Sejak mempelopori perdagangan karbon pada bursa karbon tahun lalu, sebanyak 864.000 ton CO2 kredit karbon saat ini telah terjual habis. Dalam inisiatif NBS, Pertamina telah bermitra dengan partner strategis.
“Untuk mengakselerasi transisi energi dan merealisasikan target 75 GW listrik berbasis EBT hingga 15 tahun mendatang, diperlukan kolaborasi agar investasi dan pengembangan EBT menjadi lebih agresif di Indonesia dan menjadi lebih mudah diakses dengan harga terjangkau bagi masyarakat,” kata John.