Sempat Terpukul, Ekspor Alas Kaki Tahun ini Diprediksi Tumbuh 5%
Pelaku usaha melihat ada kestabilan ekonomi.
Fortune Recap
- Ekspor alas kaki mengalami penurunan sejak pertengahan 2022 hingga akhir 2023.
- Pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia meningkat pesat hingga 64,5 persen selama satu dekade.
Jakarta, FORTUNE - Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko, memproyeksikan Industri Alas Kaki nasional akan mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen pada 2024.
Padahal, sektor ini sempat tertekan oleh berbagai faktor eksternal, seperti penurunan permintaan global dan ketidakpastian ekonomi akibat perang Rusia-Ukraina, kondisi industri alas kaki Indonesia kini mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
"Sejak pertengahan 2022 hingga akhir 2023, ekspor alas kaki mengalami penurunan akibat melemahnya permintaan global. Namun, tahun ini kami melihat adanya stabilitas, dan ekspor diperkirakan mencapai US$6,7 miliar, atau tumbuh 5 persen dibandingkan tahun lalu," kata Eddy dalam keterangannya yang dikutip, Rabu (16/10).
Selama satu dekade, ekspor alas kaki Indonesia meningkat pesat hingga 64,5 persen, mencapai US$7,7 miliar pada 2022, naik dari US$4,1 miliar 2014.
Eddy menjelaskan jika tidak ada kendala seperti penurunan permintaan global akibat konflik geopolitik di Eropa, pertumbuhan ekspor seharusnya bisa mencapai dua kali lipat.
Kebijakan penting yang mendukung pertumbuhan
Pertumbuhan pesat dalam industri alas kaki, kata Eddy, tidak terlepas dari sejumlah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan Jokowi, termasuk penetapan Peraturan Pemerintah No.78/2015 tentang pengupahan dan pembangunan infrastruktur besar-besaran, seperti jalan tol Trans Jawa.
Kebijakan ini menjadi faktor penting dalam menahan laju relokasi industri padat karya ke luar negeri dan mempercepat waktu tempuh antar daerah di Jawa, membuka peluang investasi baru di wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Selain itu, selama pandemi Covid-19, pemerintah tetap memberikan peluang bagi industri untuk tetap beroperasi dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Berbagai regulasi pendukung juga diterbitkan, seperti izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) dari Kementerian Perindustrian.
Hal ini memungkinkan industri ekspor untuk menjaga komitmen terhadap permintaan global dan merebut pesanan dari negara-negara produsen yang menerapkan lockdown ketat.
Pemerintah juga meluncurkan Undang-Undang Cipta Kerja, yang melakukan deregulasi di sektor ketenagakerjaan, sehingga menarik lebih banyak investasi ke sektor alas kaki.
"Deregulasi ini memberikan fleksibilitas yang dibutuhkan oleh pelaku industri untuk berkembang di tengah persaingan yang ketat," kata Eddy.
Tantangan yang masih menghadang
Walaupun kebijakan pemerintah berhasil mendukung pertumbuhan industri alas kaki, beberapa tantangan masih perlu diatasi. Bea masuk yang tidak kompetitif ke pasar utama seperti Uni Eropa menjadi salah satu kendala besar, terutama karena pesaing seperti Vietnam sudah memiliki Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Uni Eropa, yang memungkinkan ekspor mereka mendapat bebas tarif bea masuk.
Selain itu, biaya bahan baku yang tinggi dan kendala birokrasi dalam perizinan usaha juga menjadi hambatan bagi industri.
"Proses perizinan yang lama, terutama untuk izin lingkungan yang bisa memakan waktu hingga dua tahun, masih menjadi tantangan bagi pelaku usaha," kata Eddy.
Dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2024, yang akan digantikan oleh Presiden terpilih Prabowo Subiyanto, Eddy berharap transisi pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan memberikan dorongan lanjutan bagi pertumbuhan industri alas kaki.
"Kami berharap pemerintahan yang baru dapat melanjutkan kebijakan pro-industri dan mempercepat langkah-langkah untuk mengatasi berbagai hambatan yang ada," ujarnya.
Industri alas kaki di Indonesia telah menunjukkan ketahanan meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, dan dengan dukungan kebijakan yang tepat, pertumbuhan berkelanjutan masih sangat memungkinkan.