Ketimpangan ekonomi bagi suatu negara tentunya menjadi sebuah keadaan yang harus segera diperbaiki.
Sebagaimana diketahui, ketimpangan ekonomi adalah kondisi yang tidak seimbang di masyarakat yang menimbulkan perbedaan mencolok di kalangan masyarakat kelas bawah dan atas.
Berdasarkan data BPS, Indonesia memiliki angka ketimpangan yang dihitung dengan Koefisien Gini sebesar 0,388 (perkotaan dan pedesaan) per 1 Maret 2023.
Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah indikator yang digunakan untuk menghitung ketimpangan, baik berdasarkan pendapatan hingga distribusi.
Rentang skornya adalah 0-1. Nilai 0 menunjukkan pemerataan (tidak adanya ketimpangan), sedangkan 1 menunjukkan tidak adanya pemerataan (ketimpangannya sangat tinggi).
Dalam lanjutan data tersebut, terdapat pula angka ketimpangan di seluruh provinsi, dengan rincian sebagai berikut.
10 provinsi dengan ketimpangan tertinggi di Indonesia
- Daerah Istimewa Yogyakarta: 0,449
- DKI Jakarta: 0,431
- Jawa Barat: 0,425
- Gorontalo: 0,417
- Jawa Timur: 0,387
- Papua: 0,36
- Sulawesi Selatan: 0,377
- Nusa Tenggara Barat: 0,375
- Sulawesi Tenggara: 0,371
- Sulawesi Utara: 0,37
Data tersebut menunjukkan bahwa DIY menempati urutan pertama provinsi dengan ketimpangan tertinggi.
Terlepas dari latar belakang provinsi yang satu ini dalam bidang pariwisata, hiburan, dan pendidikan, DIY justru memiliki angka yang tinggi.
Setiap tahunnya, isu yang selalu dibahas di DIY adalah perihal pendapatan (UMP) yang dinilai terlalu rendah dan tidak seimbang dengan biaya hidupnya yang semakin tinggi.
Tercatat, UMP DIY tahun 2023 adalah sebesar Rp1.840.915,53. Berbagai lapisan masyarakat pun menyayangkan mengapa daerah yang memiliki berbagai potensi seperti Yogyakarta justru masih memiliki angka ketimpangan yang sangat tinggi.
Selanjutnya, DKI Jakarta menyusul di urutan kedua. Jakarta sendiri adalah wilayah dengan angka perekonomian terbesar di Indonesia.
Selain itu, berbagai infrastruktur di Jakarta juga lebih maju dibandingkan sebagian besar daerah di Indonesia.
Dengan tingginya angka ketimpangan di kota metropolitan seperti Jakarta, hal ini menunjukkan bahwa jarak antarstatus masyarakat kelas bawah dan kelas atas sangat tinggi.
Selain sepuluh data di atas, terdapat keseluruhan provinsi dan daerah di Indonesia dengan perolehan angka ketimpangannya masing-masing:
- Daerah Istimewa Yogyakarta: 0,449
- DKI Jakarta: 0,431
- Jawa Barat: 0,425
- Gorontalo: 0,417
- Jawa Timur: 0,387
- Papua: 0,36
- Sulawesi Selatan: 0,377
- Nusa Tenggara Barat: 0,375
- Sulawesi Tenggara: 0,371
- Sulawesi Utara: 0,37
- Papua Barat: 0,37
- Jawa Tengah: 0,369
- Banten: 0,368
- Bali: 0,362
- Sulawesi Barat: 0,351
- Jambi: 0,343
- Kep. Riau: 0,34
- Sumatera Selatan: 0,338
- Bengkulu: 0,333
- Nusa Tenggara Timur: 0,325
- Riau: 0,324
- Lampung: 0,324
- Kalimantan Timur: 0,322
- Kalimantan Barat: 0,321
- Kalimantan Tengah: 0,317
- Kalimantan Selatan: 0,313
- Sumatera Utara: 0,309
- Sulawesi Tengah: 0,304
- Maluku Utara: 0,3
- Aceh: 0, 296
- Maluku: 0,288
- Sumatera Barat: 0,28
- Kalimantan Utara: 0,277
- Kep. Bangka Belitung: 0,245
Jika dibiarkan, angka ketimpangan yang semakin tinggi akan menyebabkan berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan, kriminalitas, dan konflik horizontal.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh para pemangku jabatan dalam menekan angka ketimpangan adalah seperti:
- Meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat kelas bawah: Pendidikan dan kesehatan yang baik dan merata akan membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup masyarakat, sehingga mereka dapat berupaya memperoleh pendapatan dan mengurangi angka ketimpangan ekonomi.
- Menggerakkan roda ekonomi melalui UMKM: Pemerintah perlu mendorong masyarakat untuk mendukung UMKM dengan membeli produk-produk dalam negeri, sehingga perputaran ekonomi akan terus meningkat.
- Meningkatkan pemerataan pembangunan: Pembangunan yang merata akan mempermudah akses berbagai lapisan masyarakat, agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Demi mencapai kesuksesan menekan angka ketimpangan, diperlukan adanya kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, dan swasta secara berkelanjutan.