Milenial dan Gen Z Pilih Belanja Produk Berkelanjutan
Gaya hidup berkelanjutan menjadi tren generasi muda kiwari.
Jakarta, FORTUNE – Survei Credit Suisse Research Institute menyebutkan generasi Z dan milenial merupakan kelompok yang bakal loyal terhadap produk berkelanjutan meskipun mereka harus merogoh kocek lebih dalam. Laporan bertajuk "The Young Consumer Path and A Path to Sustainability" itu juga menyatakan konsumen muda akan memprioritaskan gaya hidup hijau ke depannya.
Laporan tersebut disusun berdasarkan jajak pendapat terhadap 10 ribu responden berusia 16–40 di Meksiko, India, Cina, Brasil, Afrika Selatan, Inggris, Swiss, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat (AS).
Hasil survei menunjukkan konsumen muda memiliki tingkat kecemasan tinggi terhadap produk keberlanjutan. Buktinya, 65 hingga 90 persen responden menyatakan peduli atau sangat peduli terhadap lingkungan.
“Mengingat kaum muda ini akan segera menjadi konsumen dengan pengeluaran tertinggi selama beberapa dekade mendatang, penting untuk memahami nilai dan preferensi konsumsi mereka,” kata Eugène Klerk, Head of Global ESG & Thematic Research di Credit Suisse, dalam keterangan resmi, seperti dikutip, pada Jumat (4/2).
Berdasarkan perkiraan survei tersebut, generasi Z dan milenial saat ini menyumbang 48 persen dari pengeluaran konsumen saat ini, dan pada 2040 diperkirakan akan meningkat menjadi 69 persen. Dengan kata lain, kedua generasi Z itu akan menjadi penentu belanja pada masa mendatang.
Generasi muda di negara berkembang mau belanja lebih mahal
Survei sama memperlihatkan konsumen muda, terutama dari negara berkembang, diprediksi bakal menjadi yang terdepan dalam produk berkelanjutan.
Sebab, keterlibatan generasi Z dan milenial terhadap produk berkelanjutan lebih tinggi ketimbang mereka yang ada di negara maju. Kondisi itu berlaku, misalnya, untuk konsumen muda di sejumlah negara, seperti Meksiko, India, dan Cina. Kondisi sebaliknya justru terjadi pada responden di Prancis, Jerman, dan AS.
Konsumen muda juga menunjukkan tekad kuat untuk meningkatkan pengeluarannya demi barang berkelanjutan, demikian laporan sama. Mereka, misalnya, bakal beralih ke pola makan berkelanjutan dengan mengurangi konsumsi makanan cepat saji dan daging.
Para responden juga akan mengurangi konsumsi fast fashion. Mayoritas dari mereka juga menyatakan bakal memiliki kendaraaan listrik sebagai pilihan utama mode transportasi.
Selain perkara yang berkenaan dengan tanggung jawab pribadi tersebut, menurut Credit Suisse, konsumen merasa perlunya pelarangan dan pengenaan pajak atas produk tidak berkelanjutan. Mereka juga menghendaki pendidikan sebagai ikhtiar untuk mewujudkan keberlanjutan.
Di saat sama, konsumen muda juga akan melihat ketat perkara tata kelola (governance) dan pelaporan dari perusahaan. “Skeptisisme pada pengungkapan perusahaan (corporate disclosures) dan bagaimana mereka melaporkan keberlanjutan tetap tinggi.” ujarnya.
Minat generasi muda terhadap produk berkelanjutan di Asean dan Indonesia
Sikap generasi muda terhadap produk berkelanjutan tampaknya tak hanya terjadi di negara-negara itu. Menurut riset dari perusahaan periklanan Jepang, Hakuhodo Institute of Life and Living Asean (Hill Asean), sebanyak 90 persen responden di Asean dan Jepang mengetahui istilah “Conscious Lifestyle” dan bahkan 80 persen di antaranya sudah menerapkannya dalam kehidupan sehari-sehari.
Istilah “Conscious Lifestyle” ini mengacu pada upaya memberikan dampak positif pada masalah lingkungan dan sosial melalui tindakan sehari-hari dan pilihan merek. Sebagai tambahan, survei ini dilaksanakan terhadap 4.500 responden di Thailand, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Singapura, Filipina, dan Jepang.
Menurut riset sama, Indonesia memiliki nilai “Conscious Lifestyle” 86 persen, yang berarti tak hanya menyadari gaya hidup tersebut namun juga mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Skor Indonesia ini lebih tinggi dari rata-rata Asean sebesar 78. Namun, masih lebih rendah dari skor Vietnam yang sebesar 91.
“81 persen responden juga mengatakan bersedia membayar mahal untuk produk-produk yang berhubungan dengan Conscious Lifestyle,” demikian bunyi keterangan dalam survei tersebut .
Secara mendetail, 43 persen responden Indonesia menyatakan bersedia merogoh kantong 20 persen lebih dalam untuk produk berkaitan dengan gaya hidup tersebut. Sebagai perbandingan, ada 53 persen responden Thailand menyatakan serupa, Malaysia 52 persen, Filipina 49 persen, Vietnam 58 persen, Singapura 45 persen, dan Jepang 44 persen.
Pada aspek merek, 85 persen responden menyatakan ingin agar brand lebih banyak mempromosikan “Conscious Lifestyle” dan berdampak positif. Sisanya, 82 persen mengaku akan berpindah brand jika brand lainnya dengan kualitas sama mendukung tujuan baik dan 76 persen responden menyatakan aktif mencari merek yang berdampak positif.
Survei Katadata Insight Center yang bertajuk “Katadata Consumer Survey on Sustainability” juga mengungkap tingkat kesetujuan konsumen Indonesia untuk membayar produk lebih tinggi mencapai 6,5 (dari skala 1-10). Skor lebih tinggi terjadi pada alasan bersedia membeli produk perusahaan yang memiliki gerakan cinta lingkungan atau kesehatan (7,61) dan pembelian produk karena menguntungkan (7,91). Survei ini dilakukan secara daring pada ribuan responden usia 17-60 pada Juli-Agustus tahun lalu.