Adaptasi Teknologi Digital Jadi Kunci BCA Layani Nasabah
BCA juga siapkan capex IT Rp8,7 triliun di 2023
Jakarta, FORTUNE - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa inovasi teknologi, termasuk chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT, seakan menjadi topik yang menarik di berbagai industri termasuk perbankan.
Menurutnya, perkembangan teknologi di industri perbankan serasa tak ada habisnya, dari penggunaan ATM, mobile banking, data center hingga chatbot. Jahja terkesan dengan adanya ChatGPT, sebuah platform kecerdasan buatan yang mampu menjawab banyak pertanyaan.
"Jadi kalau misalnya kita punya chatbot, tapi dengan tulisan yang lebih to the point itu kan lebih bagus, tapi ya kita harus siapin platform-nya karena kalau ChatGPT kan dari mana-mana. Jadi, misalnya sorry to say cara buka rekening, dia (ChatGPT) kan universal, kita harus bikin spesifik yang BCA," tutur Jahja saat menghadiri Fortune Indonesia Summit (FIS) 2023, di The Tribrata, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Ketika ditanya apakah BCA akan mengganti chatbot dengan platform seperti ChatGPT, Jahja menjawab bahwa hal itu menjadi salah satu langkah BCA dalam beradaptasi dengan teknologi kekinian. Demi menjawab segala kebutuhan nasabah, BCA pun akan menjajaki penerapan teknologi ChatGPT pada layanan layanan Virtual Banking Assistant miliknya yang bernama VIRA.
Utamakan nasabah, BCA siapkan capex IT Rp8,7 triliun
Dalam menjalankan bisnis, tambah Jahja, BCA selalu mengutamakan kenyamanan nasabah meski harus menyiapkan segala infrastruktur yang terbilang tidak murah. Salah satunya untuk belanja modal (Capex) IT demi melakukan transformasi digital.
Jahja mengungkapkan, pada tahun ini pihaknya menyiapkan capital expenditure (Capex) IT Rp8,7 triliun. Dana tersebut akan difokuskan pada pembuatan data center hingga pembaruan infrastruktur digital.
“Satelit kita pakai 7 satelit untuk amankan transaksi. Data center ada 3, termasuk lagi bikin satu. Itu harus kita jaga. Sekarang transaksi satu hari bisa 134 juta kali. Problem sedikit, 5 menit di media sosial sudah ramai,” jelas Jahja.
Seperti diketahui, total volume transaksi yang diproses BCA tercatat naik 36,7 persen YoY mencapai rekor tertinggi sebesar Rp24,1 miliar sepanjang tahun 2022. Kondisi tersebut selaras dengan penambahan jumlah rekening nasabah sebesar 6,2 juta menjadi 34,7 juta.
Perbankan Indonesia tak terpengaruh kasus SVB
Sementara itu, terkait dengan kasus kebangkrutan yang dialami Silicon Valley Bank (SVB), Jahja mengungkapkan bahwa perbankan Indonesia takkan terperangkap ke dalam masalah yang sama. Hal itu karena bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan rintisan atau kripto.
“Kasus SVB atau Silvergate juga tidak akan berdampak langsung terhadap bank-bank Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis atau investasi pada produk sekuritisasi SVB. Kasus SVB unik karena mereka hanya menerima nasabah-nasabah besar. Kalau nasabah-nasabah ini keluar, mereka harus menyediakan dana yang besar," ujarnya.
Baik SVB, Silvergate dan Signature Bank yang baru saja ditutup oleh otoritas AS sama-sama aktif mengandalkan nasabah-nasabah korporasi fintech dan startup yang dinilai belum mampu memberikan cash flow yang stabil.
"Startup itu sorry to say, memang banyak startup yang sukses sebagai Decacorn dan Unicorn, tapi jangan lupa yang jadi ‘popcorn’ juga banyak," kelakarnya.
Ketiga, Jahja melanjutkan dalam menjalankan bisnisnya bank-bank di Amerika dinilai terlalu mengandalkan obligasi US Treasury jangka panjang. Adapun kaitannya dengan bangkrutnya Silicon Valley Bank karena bank tersebut meletakkan simpanan wholesale ke dalam treasury bills jangka panjang.
Alhasil, ditengah tren suku bunga agresif yang ditetapkan oleh The Fed untuk menjaga laju inflasi, maka treasury bills yang dimiliki SVB menjadi perantara yang mengguncang kestabilan bisnis bank. "Dari sisi credit risk (US Treasury) memang no doubt. Tapi yang mereka (SVB) lupa adalah begini, wholesale itu kalau menaruh uang tidak pernah mau bunga kecil, pasti minta bunga tinggi," tambah Jahja.
Karena itu, BCA pun memastikan neraca keuangan perseroan masih dalam kondisi likuid di tengah kabar sejumlah bank Amerika Serikat (AS) mengalami kebangkrutan akibat tergerus suku bunga tinggi. (WEB)