Investasi Properti Komersial 3 Negara APAC Ini pada Q3-2023 Naik
Pertumbuhan itu terjadi saat ada koreksi 22 persen di APAC.
Jakarta, FORTUNE - Pada kuartal III-2023, investasi properti komersial di Asia Pasifik (APAC) mencatat volume terendahnya secara triwulanan sejak kuartal II-2010. Namun, beberapa negara justru mencatatkan pertumbuhan. Negara mana saja?
Konsultan real estate global, JLL, melaporkan Cina menjadi pasar teraktif APAC pada kuartal III-2023. Di sana, volume investasinya mencapai US$4,7 miliar atau tumbuh 43 persen. Itu terjadi di tengah turunnya investasi properti komersial sebesar US$21,3 miliar atau 22 persen pada kuartal yang sama.
Investor domestik mendominasi, sedangkan partisipasi investor asing terbatas. Sektor utama yang menerima modalnya adalah industri dan logistik, beserta aset yang didukung riset dan pengembangan.
Lalu, ada Hong Kong yang investasinya naik 15 persen (YoY) atau mencapai US$0,8 miliar. Mayoritas transaksinya merupakan penempatan sekaligus dengan jumlah kecil. Itu mencakup aset-aset dengan hak milik atas satuan rumah susun (strata-title) dengan tujuan penggunaan pribadi.
Selanjutnya ada Jepang, dengan kenaikan volume investasi tipis, yakni 3 persen (YoY) menjadi US$4,1 miliar. Yang aktif mendorong kenaikan itu adalah sektor logistik dan industri.
Negara APAC dengan kontraksi investasi
Di sisi lain, ada juga beberapa negara APAC yang kegiatan investasi propertinya tertekan, sejalan dengan angka di wilayah tersebut.
Pertama, Korea Selatan, yang meraih investasi senilai US$4,2 miliar. Angka itu terkoreksi 35 persen (YoY) karena investor domestik menggunakan mayoritas dana investasinya. Sejalan dengan itu, karena melemahnya sentimen pada investor inti global, volume kantor pun berkurang.
Volume investasi Australia pun merosot 47 persen (YoY) menjadi US$3,8 miliar menyusul berlanjutnya penentuan harga, juga perubahan biaya pendanaan secara cepat. Di pasar, ada perubahan alokasi pendanaan ke aset industri-logistik dan hunian mahasiswa. Itu ditopang oleh bertumbuhnya keyakinan di sektor-sektor tersebut.
Sementara itu, di Asia Tenggara, volume investasi Singapura tertekan 11 persen (YoY) menjadi US$2 miliar. Akuisisi signifikan terjadi pada sektor perhotelan serta ritel.
Bagaimana dengan Indonesia?
Senior Vice President, Investment Sales Asia, JLL Hotels & Hospitality Group, Julien Naouri, memproyeksikan investor di Indonesia yang mayoritasnya individu berkekayaan bersih tinggi (high net worth individual) akan menyumbang investasi senilai US$220 juta untuk transaksi hotel pada 2023.
Angka itu lebih tinggi dari 2022, yakni US$174 juta.
"Selain itu, kami mengharapkan kenaikan aktivitas investasi jual-beli hotel di akhir 2023 dan 2024, terutama peningkatan untuk kelas aset mewah," katanya dalam keterangan kepada pers.