Profil Bos Blue Bird, Viral Karena ‘Narik’ Jadi Sopir Taksi
Sigit Djokosoetono mulai jadi Direktur sejak 2012.
Jakarta, FORTUNE - Nama Sigit Priawan Djokosoetono, Direktur Utama Blue Bird, wara-wiri di media sosial beberapa hari. Itu karena aksinya ‘narik’ penumpang pada Rabu (24/5) yang diunggah ke Instagram Story akun pribadinya.
Ia bahkan mengenakan seragam biru khas para pengemudi Bluebird. Setelah seharian mencari penumpang, ia pun menginformasikan akan melanjutkan kegiatan dengan rapat bersama Dewan Direksi.
Sebagai catatan, Sigit resmi menjadi Direktur PT Blue Bird Tbk (BIRD) sejak 2012 lalu. Ia lulusan Sarjana teknik Mekanik Trisakti (1993) dan Magister Bisnis dari Simon School of Business University of Rochester, New York.
Tapi, sebelum menjadi direktur, Sigit lebih dulu bergabung di posisi Manajer Operasi Senior pada 2001 sampai dengan 2007. Selain itu, ia juga mengemban posisi sebagai Dewan Departemen Pengembangan SDM DPD Organda DKI jakarta pada 2004 sampai dengan 2009.
Kariernya berlanjut di Central Operations pada 2007 sampai 2012, dengan posisi Wakil Presiden. Ia pun mulai menjadi Komisaris PT Pusaka Andalan Perkasa sejak 2012 dan Hermis Consulting mulai 2013.
Selain itu, saat ini ia juga menduduki posisi penting di cabang-cabang usaha Blue Bird Group, di antaranya:
- Komisaris di perusahaan berikut:
- PT Prima Sarijati Agung (sejak 2002).
- PT Silver Bird (sejak 2003).
- PT Pusaka Buana Utama (sejak 2010).
- PT Pusaka Niaga Indonesia (sejak 2010).
- PT Pusaka Bumi Transportasi (sejak 2012).
- Direktur Presiden di:
- PT Pusaka Nuri Utama (sejak 1997).
- PT Luhur Satria Sejati Kencana (sejak 2012).
Kepemimpinan Sigit di Blue Bird
Di bawah kepemimpinan Sigit, pada 2021, Blue Bird berhasil membukukan pendapatan Rp1,62 triliun, naik 10,2 persen (YoY) dari 2020. Itu pertumbuhan pertama divisi taksi semenjak koreksi beruntun selama lima tahun berturut-turut.
“Waktu 2015–2016, kita garuk-garuk kepala. Bagaimana caranya revenue lebih rendah daripada operating cost. Itu perusahaan kalau jalan rugi terus. Tiap jalan harus nombok,” ceritanya kepada Fortune Indonesia pada Maret lalu.
Blue Bird pun fokus menjaga reputasi. Sesuatu yang sudah dilakukan oleh perseroan sejak taksinya masih bernama ‘Taksi Chandra’ pada 1965. Waktu itu, Mutiara Siti Fatimah, selaku perintis cikal-bakal Blue Bird, bahkan sampai menyaring sendiri calon-calon sopir. Seiring berjalannya waktu, perusahaan juga mulai mengimplementasikan sistem argometer dan radio.
Selain itu, Sigit menilai, mengelola sumber daya manusia (SDM) pun tak kalah penting. Untuk itu, perseroan sempat menggelontorkan Rp3,36 miliar untuk proses rekrutmen dan sejumlah program pelatihan. Karena, SDM berperan krusial dalam menjaga reputasi Blue Bird di lapangan.
“Mobil itu enggak diapa-apain pasti masih bisa jalan. Tapi kalau orang, sebulan enggak di-maintain akan hilang. Akibatnya pelayanan Blue Bird hilang, pelayanan yang memang harus [kami] pertahankan. Karena kami memang mengandalkan human connection-nya,” katanya.